Di antara semua pahlawan yang ada di dalam sepanjang sejarah manusia, maka mau tidak mau kita harus memperhatikan dengan seksama kepada seorang pahlawan sejati yang tidak hanya menjadi pahlawan bagi banyak orang saja, tetapi bagi semua orang yang pernah lahir di tengah-tengah dunia ini, termasuk pahlawan-pahlawan yang ada. Dia adalah Tuhan kita, Yesus Kristus yang adalah pahlawan dari segala pahlawan yang ada. Apa yang diperbuatnya? Penyelamatan manusia dari kebinasaan. Dia adalah pahlawan sejati karena di saat manusia/pahlawan-pahlawan lain membanggakan/mengharapkan statusnya, Tuhan Yesus justru menanggalkan statusnya. Di dalam Filipi 2:6-8, Rasul Paulus dengan jelas memakai teladan Yesus untuk menunjukkan kepada jemaat Filipi arti mementingkan orang lain daripada diri sendiri dengan penggambaran pengosongan diri-Nya (menanggalkan statusnya sementara, tanpa menghilangkan jati diri-Nya sebagai Allah) sebagai Allah yang kemudian mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Di dalam ayat 6, kita melihat bahwa natur Allah (rupa Allah) di dalam diri Yesus tidak hilang yang menandakan Dia tetap Allah meskipun menjadi manusia. Yesus yang adalah Allah rela menundukkan diri-Nya demi menjalankan misi Allah Bapa yaitu keselamatan bagi umat pilihan-Nya. Pada akhirnya nanti di atas kayu salib, Yesus sebagai Allah yang dapat menanggung seluruh dosa manusia dan Yesus sebagai manusia yang menjadi wakil manusia yang terhukum, sehingga kamu dan saya tidak lagi menerima hukuman karena sudah digantikan oleh Pahlawan Sejati, Tuhan Yesus Kristus.
Melihat pengorbanan yang Kristus kerjakan bagi kita manusia yang berdosa, maka sudah sepantasnyalah kita mengelu-elukan Dia, menempatkan Dia sebagai pusat teladan dan pusat otoritas hidup kita. Apalagi kalau berbicara kepemilikan maka kita adalah milik-Nya, bukan lagi milik si Iblis yang “elek” itu. Banyak orang sekarang menggandrungi Samson, Nidji, Delon “idol”, dan artis-artis lainnya, sampai-sampai ada acara di televisi yang menampilkan seorang fans yang ngebet bertemu idolanya karena merasa melalui idolanya itu fans ini mendapatkan banyak inspirasi, wejangan, dan semangat hidup (padahal belum pernah bertemu). Hal ini sebenarnya masih dalam taraf wajar kalau apa yang diajarkan dan dicontohkan si idola adalah hal yang positif dan memang memberi semangat hidup. Masalahnya, ada banyak orang yang saking ngefansnya, maka tidak perduli idolanya baik atau buruk, ia tetaplah idolanya (bahkan ada juga ketika idolanya salah dan bermasalah masih dibela dengan membabi buta). Perlu kita ketahui bahwa manusia sangat terbatas dan mudah mengecawakan. Manusia sudah jatuh dalam dosa sehingga sangat rentan untuk mewariskan pengaruh-pengaruh buruk kepada sesamanya. Tetapi Kristus tidak! Ia tidak berdosa. Ia sempurna dan Yang sempurna ini seharusnya yang pantas dan layak kita elu-elukan sebagai idola/pahlawan kita.
Kalau demikian, apakah berarti kita tidak boleh mengagumi pahlawan yang ada di dunia ini dan meneladani perbuatan mereka? Saya tidak mengatakan gak boleh, tetapi yang terpenting adalah mengidolakan Kristus dalam hidup kita. Christ is number one! Kita harus akui bahwa Tuhan dapat memakai manusia—baik yang percaya kepada-Nya maupun yang tidak—untuk menyatakan hal-hal yang baik bagi dunia ini, misalnya Mahatma Gandhi, Martin Luther King, Para Nabi dan Rasul di dalam Alkitab, dll. Namun segala kebaikan dan kebenaran yang mereka lakukan harus kita akui berasal dari Tuhan sehingga ketika kita mengagumi mereka, maka kita teringat kepada Tuhan yang lebih harus kita kagumi.
Paulus berani mengatakan, “Peganglah segala sesuatu yang telah engkau dengar dari padaku sebagai contoh ajaran yang sehat dan lakukanlah itu dalam iman dan kasih dalam Kristus Yesus. Peliharalah harta yang indah yang telah dipercayakan-Nya kepada kita, oleh Roh Kudus yang diam di dalam kita” (1Tim. 1:13-14). Maksud Paulus adalah agar Timotius, anak rohaninya, memegang erat segala pengajaran, suri teladan, perbuatan, iman, pendirian Paulus (lih. 1Tim. 3:10) karena Paulus pun meneladani Kristus. Dengan kata lain, Kristus dapat memakai, khususnya orang-orang yang dipilih-Nya, untuk menyatakan karakter Ilahi, maksud dan kehendak-Nya agar ketika orang lain meneladani Paulus, mereka melihat Kristus di dalamnya. Hak istimewa ini tidak diselewengkan Paulus. Ia berkata, “. . . Kristus adalah pengharapan akan kemuliaan! Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam Aku” (Kol. 1:27b-29). Paulus membawa orang yang mengikuti teladannya kepada kesempurnaan Kristus, bukan kesempurnaannya yang tentu tidak akan pernah sempurna selama masih di dunia ini. Kesempurnaan dalam Kristus inilah yang diusahakan dan digumulkannya. Kalau sudah demikian, apakah kita masih mau petantang petenteng menganggap diri kita pantas dikagumi? Paulus saja yang rohaninya jauh lebih baik dari kita membawa orang kepada Kristus, masakah kita yang rohaninya masih ece-ece membawa orang untuk mengagumi kita?