Sunday, December 30, 2007

Betapa Salehnya Kamu Harus Hidup

2 Petrus 3:1-18

Di dalam kedua surat Petrus, kita dapat melihat sebuah tema yang cukup mencolok yaitu mengenai bertahan dalam penderitaan. Orang-orang percaya harus mengalami penderitaan dalam mengikut Tuhan—fisikal (1Ptr. 2:18-21; 4:1) maupun batiniah (ajaran sesat; 2Ptr. 2:1-22).

Penderitaan yang dialami oleh orang percaya membuat mereka menanti-nantikan janji kedatangan Tuhan. Di tengah pemerintahan bengis yang menyiksa mereka dan pukulan yang mereka terima (1Ptr. 2:18-20), tersimpan harapan di hati mereka akan kedatangan Tuhan yang akan memberikan kedamaian dan kebebasan dari segala penderitaan. Namun demikian, harapan tersebut justru mengalami ”kerikil” lagi karena mereka kelihatan jenuh menantikannya; di tambah lagi ada pengejek-pengejek yang berusaha menghasut mereka bahwa janji Tuhan hanyalah ”janji tinggal janji.”

Karena itu bagi Petrus, penting sekali ia mengingatkan kembali pengharapan yang pasti itu di dalam Tuhan. Petrus mengingatkan kembali bahwa Raja segala raja itu, Tuhan Yesus yang agung dan mulia itu pasti datang—tidak lalai akan janji-Nya (ay. 9a). Pada saat kedatangan-Nya, langit dan bumi akan hancur dan diubahkan menjadi langit dan bumi yang baru. Ketika kedatangan-Nya nanti, maka penghakiman akan dimulai oleh hakim yang adil nan agung itu.
Tidak kunjung datangnya Tuhan, karena Tuhan memberikan kesempatan bagi setiap orang yang belum percaya untuk percaya (ay. 9b dan 15). Bagi setiap kita yang sudah bertobat, ini merupakan kesempatan berharga untuk menceritakan kasih Tuhan.

Saat kedatangan-Nya nanti akan membuktikan betapa dahsyat dan luar biasa megahnya Tuhan kita. Memang kita tidak akan tahu kapan Ia datang karena Ia datang seperti pencuri di malam hari, tetapi justru bukankah ini harus selalu membuat kita berjaga-jaga?

Setelah mendengar semua ini, seharusnya tidak ada lagi keraguan di hati kita akan kedatangan-Nya, Ia pasti datang! Karena itu betapa salehnya kita harus hidup dan bertumbuh di dalam kasih karunia dan pengenalan akan Dia. Sehingga ketika Ia datang, kita akan didapati setia kepada-Nya. Kiranya Ia sendiri yang memelihara iman kita sampai pada kedatangan-Nya.

Songsonglah Dia di dalam pertumbuhan iman dan pengenalan akan Dia, juruselamatmu!

Kristus Membereskan Masalah Adam

Roma 5:12-21

Berbicara Adam dan Kristus, maka kita akan melihat dua sosok/pribadi yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia.

Adam adalah pribadi yang membawa seluruh umat manusia ke dalam belenggu dosa. Adam menjadi wakil manusia sebagai penyataan keterbatasan, kelemahan, kesombongan, kedegilan, dan kebodohan manusia. Apa yang dipilih Adam adalah apa yang dipilih seluruh manusia. Apa yang dialami Adam adalah apa yang dialami seluruh manusia. Mungkin kita berkata, ”Andai saya yang menggantikan Adam di Taman Eden, pasti saya tidak akan melakukan kebodohan yang dia lakukan.” Eits...tunggu dulu. Anda yakin anda lebih baik dari Adam? Berbicara dosa di Taman Eden adalah berbicara hal yang tidak dapat dihindari oleh siapapun juga. Adam mungkin saja manusia terbaik pada waktu itu, tetapi tetap saja dia manusia yang diciptakan dengan keterbatasan.

Tapi kita bersyukur bahwa ada satu sosok lain yang bertolak belakang dengan keadaan Adam. Dia adalah Yesus Kristus, manusia yang sempurna, tidak diciptakan, tidak sombong, tidak degil, dan tidak bodoh seperti Adam. Keterbatasan dan kelemahan-Nya hanyalah karena Dia yang adalah Allah telah dibatasi dan lemah secara fisik, ruang dan waktu sebagai manusia.
Yesus Kristus adalah pribadi yang membawa seluruh umat manusia dalam kebenaran. Tidak ada dosa di dalam-Nya. Hal ini menjadikan Dia pantas menjadi kurban yang sempurna dengan darah yang kudus dari keAllahan-Nya. Yesus Kristus membawa dampak yang lebih dahsyat dari dosa yang dibawa oleh Adam. Hal yang seharusnya tidak pantas dialami oleh setiap kita yang berdosa telah dikerjakan dengan sangat luar biasa oleh Yesus. Kasih karunia dan pengorbanan-Nya di kayu salib telah menyelamatkan saudara dan saya dari belenggu dosa dan maut yang kekal.

Seperti yang saya katakan di awal, berbicara Adam dan Kristus, maka kita akan melihat dua sosok/pribadi yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Tetapi saya tambahkan, pribadi Kristus tidak hanya mempengaruhi namun mengubahkan hidupmu dan saya.

Dia ubahku, oh . . Jurus’lamat. Ku tidak seperti yang dulu lagi.

Yesus Kristus—Raja di dalam hatimu

Selamat natal SS….Berbicara natal tahun ke tahun berita natal yang sesungguhnya mulai memudar bahkan sudah mengalami distorsi/penyimpangan.

1. Koran Kompas kemarin meliput mal-mal di Jakarta yang juga merayakan natal. Kompas memberi judul “Musim `salju` di Jakarta.” Di Mal Taman Anggrek tampak hutan pinus dengan salju putih menyelimuti pucuk daun. Rusa dan beruang robot berkeliaran di tengah salju. Di tengah rindangnya pohon, ada pondok kayu di mana Santa Klaus duduk menunggu pengunjung. Ketika ditanya kepada humas Taman Anggrek, mengapa memilih salju? Dia mengatakan, “Salju, pohon pinus, dan Santa Kluas diidentikkan orang dengan natal.” Di Senayan City mengangkat tema Fantasy Land. Di sana ada boneka Teddybear dan pohon natal yang tersusun dari kepingan lego. Mal Ciputra juga menyebut areanya Fantasyland. Di Mal Kelapa Gading dan Summarecon Mal Serpong Tangerang berdiri istana negeri dongeng lengkap dengan penghuninya yaitu Disney Princess, para putri dari Dongeng Walt Disney. Di Mal Artha Gading memberi tema Christmas Wonderland. Di sana berdiri rumah kurcaci dari gabus berwarna merah putih. humas mal Artha Gading berkata, “Anak-anak cenderung suka dengan hal-hal berbau kartun dan kisah-kisah dongeng.” Pertanyaannya sekarang adalah dimana Yesus? Tidak ada kelahiran Yesus. Sinterklas, kurcaci-kurcaci sudah menggantikan Yesus. Hal ini mungkin wajar di Indonesia yang bermayoritas bukan Kristen. Tetapi bagaimana dengan Di Amerika yang hampir seluruh penduduknya mengklaim diri anak Tuhan? Menurut survei yang saya dengar baru-baru ini di Amerika ketika mereka ditanya apa yang mereka pikirkan ketika mendengar kata natal? ± 85% natal adalah pohon natal. ± 65% natal adalah santakalus. ± 35% natal adalah makanan enak dan hadiah. ± 8% natal adalah kelahiran Yesus.

2. Tidak hanya itu. Film2 selama musim natal mencoba mendistorsi makna natal karena waktunya tepat untuk membuat anak-anak lupa bahkan membuang Yesus jauh2. Misalnya: beberapa minggu yang lalu tepatnya pada tanggal 7 Desember perdana ditayangkan sebuah film di Amerika, dan segera atau mungkin sudah tayang di sini yang berjudul The Golden Compass (sudah ada yang nonton?). film ini diiklankan besar-besaran selama musim natal untuk menjadi tontonan hiburan bagi anak-anak. Film ini sebenarnya diambil dari trilogi buku Phillip Pullman yang berjudul “His Dark Materials” (Sisi gelap Allah). Dari judulnya tentu kita tahu bahwa Pullman bukan seorang Kristen. Ya! Ia adalah seorang ateis (orang yang tidak percaya bahwa Allah itu ada). Pullman dikenal sebagai seorang ateis yang militan menentang C.S. Lewis dan karyanya "Chronicles of Narnia". Motivasinya adalah untuk menandingi perlambangan Kristus di dalam serial Narnia (Aslan singa adalah penggambaran Yesus). Film The Golden Compass memang dibuat lebih halus daripada bukunya tetapi film ini telah disebut sebagai "ateisme bagi anak-anak." film2 seperti ini mencoba menyelewengkan makna natal karena waktunya tepat untuk membuat anak-anak lupa kepada Yesus. Bahkan, dikatakan, “Ini adalah fantasi alam semesta, di mana penyihir itu baik, gereja itu jahat, dan akhir dari segala sesuatunya adalah Tuhan sudah mati.”

Natal bukan lagi HOLY DAY (hari yang kudus) tetapi menjadi HOLIDAY (liburan).

Mengapa makna natal mengalami penyimpangan? Semua dikarenakan dosa manusia.
1. Karena dosa, orang yang tidak percaya kepada Tuhan tidak akan pernah mengerti arti natal yang sesungguhnya. Bahkan, mereka akan terus berusaha melawan keberadaan Tuhan.
2. Karena dosa, orang yang percaya pun terpengaruh suara dunia yang menjadikan berita natal—Kelahiran Yesus—membosankan. Seperti lagu dari seorang jemaat di gereja saya, “Dia lahir untuk kami, Dia mati untuk kami, biarin…biarin….aja!”

Tetapi SS tahu bahwa berita yang sudah ± 2000 tahun ini yang kedengarannya membosankan justru akan membawa kedamaian di dalam hatimu. Damai yang dunia tidak dapat beri sampai kapanpun. Damai yang kau butuhkan di tengah-tengah masalah hidupmu dan pergumulanmu. Damai antara dirimu yang berdosa dan Tuhan—Sang Juruselamat. Karena itulah sore ini saya rindu kita kembali merenungkan arti natal yang sesungguhnya sehingga ada damai yang kamu rasakan antara kamu dan Tuhan penciptamu.

Mari kita buka Yohanes 18:37!

SS, Kaisar Jepang Akihito dan permaisuri Michiko memiliki seorang putri yang bernama Putri Sayako. Beberapa tahun yang lalu ada peristiwa yang mengharukan yang terjadi kepada Putri Sayako. Di usianya yang berumur 36 tahun, ia melepas masa lajangnya dengan menikahi seorang staf pemerintah Jepang yang bernama Yoshiki Kuroda berumur 40 tahun. Seorang putri kerajaan menikah dengan seorang rakyat jelata. SS tahu apa resiko yang harus diterima putri Sayako? Dia harus kehilangan gelar kerajaannya dan harus hidup seperti layaknya rakyat jelata lainnya. Dia harus belajar menyetir mobilnya sendiri. Ia harus belajar berbelanja ke supermaket sendiri tanpa ada pengawal atau pembantu-pembantu yang melayaninya. Dia harus terbiasa hidup sebagai rakyat jelata. Yang mulia itu sekarang menjadi biasa. Putri Sayako memilih kekasihnya daripada kekayaan dan kekuasaan.

SS, kisah pengorbanan seperti ini lebih agung lagi kita akan temukan di dalam diri Tuhan Yesus, Allah yang bertahta di sorga tetapi mau turun ke dalam dunia menjadi manusia. Ia memilih dunia dan meninggalkan takhta kemuliaan-Nya di surga. Untuk apa? Kedatangan-Nya ke dalam dunia untuk menjadi Raja di dalam hatimu dan hatiku. Tetapi masalahnya, tidak semua orang menerima Dia sebagai Raja. Yesus ditolak sejak Dia lahir bahkan sampai Ia mati di kayu salib. Mengapa demikian?

Agenda manusia—orang-orang Yahudi
Orang-orang Yahudi di dalam bagian yang kita baca sangat membenci Yesus. Pilatus tidak mengerti mengapa orang yang tidak bersalah ini hendak dihukum mati oleh orang Yahudi. Setidaknya ada 3 kali Pilatus berkata, “aku tidak mendapai kesalahan apapun pada-Nya.” Bahkan klimaksnya Pilatus berusaha membebaskan Yesus (Yoh. 19:12a). Mengapa orang Yahudi benci sekali dengan Yesus? Sampai-sampai mereka mengusulkan kepada Pilatus untuk mengganti tulisan di atas kayu salib Yesus (19:21) yang bertulis, “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi” harus diganti dengan tulisan, “Yesus, orang Nazaret, Aku adalah Raja orang Yahudi” Biar Dia ngaku2 sendiri kalau Dia seorang Raja. Sory, kami gak punya Raja seperti Dia!”

Semua dikarenakan agenda mereka, harapan mereka beratus-ratus tahun lamanya untuk menantikan raja yang akan membebaskan mereka dari penindasan dan kesengsaraan hilang sudah. Kalau SS baca di pasal-pasal sebelumnya, orang-orang Yahudi hendak mengangkat Yesus secara paksa sebagai raja setelah mereka melihat Yesus membuat mujizat dengan memberi makan 5000 orang tetapi Yesus menyingkir (Yoh. 6:15). Ini dia tokoh Pembebas kita yang dijanjikan sejak zaman nenek moyang kita!

Awalnya mereka memang meragukan Yesus. Dengan kata lain, “Mungkinkah seorang bayi yang lemah, dari keluarga miskin, dapat membebaskan kita dari penindasan Roma dan memberikan keamanan di dalam hidup kita?” Mereka ragu, Tetapi ketika melihat Yesus melakukan banyak mujizat, mereka takjub dan berharap Yesus akan menjadi pembebas dan Raja mereka yang perkasa. Tetapi lambat laun justru apa yang mereka dapat? Seseorang yang lemah yang justru suka menolong orang, membiarkan dirinya dicaci maki dan akhirnya membiarkan dirinya disalib. Apakah ini yang pantas disebut raja? Tidak heran mereka sangat membenci Yesus terlebih lagi ketika Yesus mengaku diri-Nya sebagai Allah, jangankan menjadi Allah, menjadi raja di dunia saja Yesus tidak punya tampang. Kalau kalian ke Israel, maka kalian akan mendapati bahwa orang-orang Israel masih menanti-nantikan Juruselamat itu.

Inilah agenda manusia!

Ada seorang senator Amerika bernama Ernie Chambers dari negara bagian nebraska yang juga punya agenda sendiri tetapi justru koran menuliskan senator ini sudah gila. Senator ini mengajukan gugatan hukum kepada Tuhan atas segala bencana yang Tuhan turunkan ke dunia. Dia mengatakan, “Tuhan telah menyebabkan banjir, badai, gempa, dan tornado yang mengerikan.” Senator ini meminta pengadilan mengambil keputusan permanen yang melarang Tuhan mengeluarkan ancaman teror. Gugatan Chambers menunjukkan bahwa Chambers berusaha menghadirkan Tuhan ke dunia. “Keluarlah di manapun Engkau berada!” mungkin begitu teriak Chambers. Hingga kini penggugat belum bisa dimintai komentar. Tuhan pun sampai saat ini belum menanggapi gugatan itu. Aya aya wae!

Karena dosa, manusia mencari Tuhannya sendiri. Karena dosa, manusia mencari kebenarannya sendiri. Tetapi juga Karena dosa, manusia tidak akan pernah menemukan kebenaran dan keselamatan yang sejati. Yesus tidak melawan karena Yesus datang dan lahir ke dalam dunia bukan untuk memenuhi agenda orang-orang Yahudi/manusia tetapi Ia datang untuk memenuhi agenda Allah Bapa di Sorga.


Agenda Allah
Agenda Allah adalah mengutus Yesus, Anak-Nya yang tunggal datang ke dalam dunia untuk merebut kembali kerajaan-Nya dari tangan Iblis. Itu lebih penting dari sekedar melawan pemerintahan Romawi. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, maka kerajaan Allah di dunia dikuasai oleh Iblis. Manusia yang adalah kekasih Allah sudah dikuasai oleh kegelapan. Hati manusia dikuasai dosa. Manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dari dosa-dosa yang membelenggu dan mereka sangat membutuhkan Juruselamat. Allah merencanakan keselamatan itu dengan kelahiran Yesus ke dalam dunia.

Inilah mengapa Yesus tidak melakukan perlawanan secara fisik karena Ia datang dengan satu tujuan, mati di kayu salib. Hanya Dengan cara inilah dosa manusia ditebus. Sangat ironis memang, di kala mereka menyalibkan Yesus, salib itu justru yang menebus dosa mereka. Karena itu Natal identik dengan salib karena dari kelahiranlah perjalanan salib Yesus dimulai.
Saya membayangkan seluruh isi surga selama ± 33 tahun sepertinya sedang mengarahkan pandangan mereka dengan serius ke dalam dunia, mengamati Raja mereka yang sedang mengemban Misi Surgawi. Sedih ketika melihat Raja mereka menangis, kedinginan dan badannya tertusuk oleh jerami palungan. Marah ketika melihat tidak ada tempat yang layak bagi kelahiran Raja mereka, yang ada hanyalah palungan. Marah ketika melihat Raja mereka ditampar dan diludahi dan disalibkan. SPEAK UP GOD! Tetapi inilah yang Kristus jalani demi kebenaran yang harus diberitakannya yaitu datang ke dalam dunia untuk menyerahkan diri-Nya bagi tebusan banyak orang. Setiap orang yang adalah milik Tuhan akan mendengar suara-Nya seperti seekor domba yang mengikuti gembalanya karena domba itu mengenal suara gembalanya. Domba yang tidak percaya kepada gembalanya akan lari ketika mendengar suara yang asing baginya. Pilatus “lari” dari hadapan Tuhan. Ia sudah diperhadapkan dengan terang dunia itu dan ketika harus memilih, ia memilih tetap di dalam kegelapan. Pengadilan yang sementara bagi Yesus berubah menjadi pengadilan yang kekal bagi Pilatus.

Bagaimana dengan kamu?
Apakah kamu saat inipun sedang lari dari hadapan Tuhan? Apakah kamu domba yang terhilang? Apakah kamu sudah memiliki Yesus di hatimu? Kalau belum, maukah engkau berkata”, Tuhan, saya mengerti sekarang untuk apa Engkau datang ke dalam dunia, yaitu untuk menyelamatkan saya dari dosa, karena itu masuklah ke dalam hati saya dan menjadi Juruselamat saya.” Maukah kamu menyambut kasih-Nya?

Murid-murid Tuhan Yesus juga lari pada malam Yesus disalib. Tetapi mereka tidak lari untuk selamanya. Iman mereka bertumbuh di dalam pemeliharaan Tuhan. Berita kebangkitan Yesus menjadi berita kemenangan mereka akan dosa-dosa. Mereka menjadi pemenang-pemenang yang tidak hanya memiliki Yesus sebagai Raja di hati mereka tetapi di dalam sepanjang hidup mereka, mereka menempatkan Yesus selalu menjadi Raja. Lihat Petrus, ia mati disalibkan dengan kepala di bawah.

1) Andreas mati disalibkan.
2) Matius mati dibunuh dengan pedang.
3) Yohanes mati secara biasa tetapi dia pernah dimasukkan ke dalam minyak yang panas.
4) Yakobus, anak Alfeus mati disalibkan.
5) Filipus mati disalibkan.
6) Simon mati disalibkan.
7) Tadeus mati dibunuh dengan panah.
8) Tomas si peragu mati ditusuk dengan pedang.
9) Bartolomeus mati disalibkan.
10) Yakobus, anak Zebedeus mati dibunuh dengan pedang.
11) Dan banyak lagi orang-orang yang hidup menempatkan Yesus sebagai Raja di dalam hati mereka.

Paulus berkata, “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.”

Saya selalu mengibaratkan di dalam hati kita ada sebuah takhta kursi yang megah. Masalahnya siapakah yang duduk di atasnya? Iblis? Kamu? Atau Yesus? Kalau kau sudah menerima Yesus maka Iblis tentu tidak lagi menguasaimu. Tetapi belum tentu kita menaikkan Yesus di kursi hati kita dan membiarkan-Nya mengendalikan hidup kita. Kita masih bercokol di sana dan tidak mengijinkan Yesus yang bertahta di hati kita. Tidak heran kalau kita masih menggemari dosa-dosa tertentu, dan tidak rindu bertumbuh dalam iman. Biarlah momen natal tahun menjadi saat di mana engkau yang sudah sekian tahun mengaku percaya kepada Tuhan merenungkan kembali apakah hidupmu sudah menyenangkan hati-Nya? Apakah Tuhan segala-galanya bagimu? Apakah ketika engaku belajar, ada kerinduan untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan? Apakah engkau rindu untuk merenungkan firman-Nya setiap hari? Apakah engkau rindu memiliki karakter serupa Kristus?

Saya akan menutup kotbah saya dengan sebuah kisah nyata di Filipina.
Andy, Adalah seorang bocah kelas 4 SD di suatu daerah di Milaor Camarine Sur, Filipina, yang setiap hari mengambil rute melintasi daerah tanah bebatuan dan menyeberangi jalan raya yang berbahaya di mana banyak kendaraan yang melaju kencang dan tidak beraturan. Setiap kali berhasil menyeberangi jalan raya tersebut, bocah ini mampir sebentar ke Gereja setiap pagi hanya untuk menyapa Tuhan. Tindakannya selama ini diamati oleh seorang Pendeta yang merasa terharu menjumpai sikap bocah yang lugu dan beriman tersebut.
"Bagaimana kabarmu Andy? Apakah kamu akan ke sekolah?""Ya, Bapa Pendeta!" Balas Andy dengan senyumnya yang menyentuh hati Pendeta tersebut.Dia begitu memperhatikan keselamatan Andy sehingga suatu hari dia berkata kepada bocah tersebut, "Jangan menyeberang jalan raya sendirian. Setiap kali pulang sekolah kamu boleh mampir ke Gereja dan saya akan menemani kamu ke seberang jalan. Jadi dengan cara tersebut saya bisa memastikan kamu pulang ke rumah dengan selamat."
"Terima kasih, Bapa Pendeta.""Kenapa kamu tidak pulang sekarang? Apakah kamu tinggal di Gereja setelah pulang sekolah?"
"Aku hanya ingin menyapa kepada Tuhan... sahabatku."Dan Pendeta itu segera meninggalkan Andy untuk melewatkan waktunya di depan altar berbicara sendiri, tapi kemudian Pendeta tersebut bersembunyi di balik altar untuk mendengarkan apa yang dibicarakan Andy kepada Bapa di Surga.
Andy berkata...Engkau tahu Tuhan, ujian matematikaku hari ini sangat buruk, tetapi aku tidak mencontek walaupun temanku melakukannya.
Aku makan satu kue dan minum airku. Ayahku mengalami musim paceklik dan yang bisa kumakan hanyalah kue ini. Terima kasih buat kue ini Tuhan! Aku tadi melihat anak kucing malang yang kelaparan dan aku memberikan kueku yang terakhir buatnya. Lucunya, aku nggak begitu lapar.
Lihat, ini selopku yang terakhir. Aku mungkin harus berjalan tanpa sepatu minggu depan. Engkau tahu sepatu ini akan rusak, tapi tidak apa-apa... paling tidak aku tetap dapat pergi ke skolah.
Orang-orang berbicara bahwa kami akan mengalami musim panen yang susah bulan ini, bahkan beberapa temanku sudah berhenti sekolah. Tolong bantu mereka supaya bisa sekolah lagi. Tolong Tuhan...
Oh ya, Engkau tahu ibu memukulku lagin karena aku nakal. Ini memang menyakitkan, tapi aku tahu sakit ini akan hilang, paling tidak aku masih punya seorang Ibu.Tuhan, Engkau mau lihat lukaku? Aku tahu Engkau mampu menyembuhkannya, di sini... di sini... aku rasa Engkau tahu yang ini kan? Tolong jangan marahi Ibuku ya? Dia hanya sedang lelah dan kuatir akan kebutuhan makanan dan biaya sekolahku... Itulah mengapa dia memukul kami.
Oh Tuhan... Aku rasa aku sedang jatuh cinta saat ini. Ada seorang gadis yang cantik di kelasku, namanya Anita. Menurut Engkau apakah dia akan menyukaiku? Bagaimanapun juga paling tidak aku tahu Engkau tetap menyukaiku karena aku tidak usah menjadi siapapun hanya untuk menyenangkanMu. Engkau adalah sahabatku.
Hei... ulang tahunMu tinggal dua hari lagi, apakah Engkau gembira? Tunggu saja sampai Engkau lihat, aku punya hadiah untukMu. Tapi ini kejutan bagiMu. Aku berharap Engkau akan menyukainya.Ooops aku harus pergi sekarang.
Kemudian Andy segera berdiri dan memanggil Pendeta itu, "Bapa Pendeta, Bapa Pendeta, aku sudah selesai bicara dengan sahabatku, anda bisa menemaniku menyeberang jalan sekarang!"Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari, Andy tidak pernah absen sekalipun.
Pendeta Agaton berbagi cerita ini kepada jemaat di Gerejanya setiap hari Minggu karena dia belum pernah melihat suatu iman dan kepercayaan yang murni kepada Allah... suatu pandangan positif dalam situasi yang negatif.
Pada hari Natal, Pendeta Agaton jatuh sakit sehingga dia tidak bisa memimpin gereja dan dirawat di rumah sakit. Gereja diserahkan pengelolaannya kepada 4 wanita tua yang tidak pernah tersenyum dan selalu menyalahkan segala sesuatu yang orang lain perbuat. Mereka juga sering mengutuki orang yang menyinggung mereka
Mereka sedang berlutut memegangi rosario mereka ketika Andy tiba dari pesta Natal di sekolahnya, dan menyapa "Halo Tuhan... Aku...""Kurang ajar kamu bocah!!! Tidakkah kamu lihat kami sedang berdoa???!!! keluar...!!! "Andy begitu terkejut, "Di mana Bapa Pendeta Agaton? Dia seharusnya membantuku menyeberangi jalan raya. Dia selalu menyuruhku mampir lewat pintu belakang Gereja. Tidak hanya itu, aku juga harus menyapa Tuhan Yesus, ini hari ulang tahun-Nya, aku punya hadiah untuk-Nya...
"Ketika Andy mau mengambil hadiah tersebut dari dalam bajunya, seorang dari keempat wanita itu menarik kerahnya dan mendorongnya keluar Gereja.
Sambil membuat tanda salib ia berkata "Keluarlah bocah... kamu akan mendapatkannya!!Oleh karena itu Andy tidak punya pilihan lain kecuali sendirian menyeberangi jalan raya yang berbahaya tersebut di depan Gereja.

Dia mulai menyeberang ketika tiba-tiba sebuah bus datang melaju dengan kencang, sebab di situ ada tikungan yang tidak terlihat pandangan.Andy melindungi hadiah tersebut di dalam saku bajunya, sehingga dia tidak melihat datangnya bus tersebut.
Waktunya hanya sedikit untuk menghindar, tapi itu tidaklah cukup...Dan...Andy pun tewas tertabrak. Orang-orang di sekitarnya berlarian dan mengelilingi tubuh bocah malang yang tak bernyawa tersebut.

Andy anak ini mati di dalam Tuhan, tetapi terlebih lagi, ia memiliki kedekatan dengan Tuhan dan rindu selalu menyenangkan hati Tuhan. Kisah selanjutnya memang diceritakan bahwa Tuhan berkenan kepada anak ini. Tuhan senang sekali menerima hadiah dari Andy.

Hai kamu yang mengaku percaya kepada Tuhan, dekatlah kepada Yesus karena Ia sudah hadir di dalam hatimu. Tinggikan Dia di dalam hatimu sebagai Rajamu yang memerintah hidupmu. Dia sungguh mengasihimu, Apakah kamu sungguh mengasihi-Nya?

Thursday, December 13, 2007

Kasih Itu Nyata

1 Yohanes 3:11-18

Sepanjang kisah Alkitab, saya mendapati setidaknya ada 2 hal yang sangat jelas dikerjakan Allah sebagai bukti kasih-Nya kepada kita (tanpa bermaksud mengabaikan kisah lainnya): (1) Kelahiran Tuhan Yesus ke dalam dunia (natal); dan (2) kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib (Jumat Agung). Kedua bukti ini sangat menunjukkan Allah tidak sekadar cuap-cuap di PL, tetapi justru perbuatan kasih-Nya yang nyata melahirkan PB yang bercerita panjang lebar mengenai Yesus Kristus—Kasih yang nyata itu.
Rasul Yohanes yang surat-suratnya dipenuhi dengan nada kasih mengingatkan kepada orang-orang Kristen bahwa orang-orang Kristen harus mengasihi dengan nyata—melalui perbuatannya— seperti kasih yang nyata dari Allah bagi manusia.

Orang yang sudah dibenarkan oleh Kristus pastilah orang-orang yang mau (atas dasar kasih Kristus) dan mampu (atas dasar kekuatan dari Roh Kudus) melakukan apa yang Kristus perintahkan. Memang ini menjadi sebuah pergumulan seumur hidup bagi orang Kristen. Tetapi akan sulit dipahami jika orang Kristen membenci seseorang kemudian terus menerus membenci tanpa adanya suatu usaha yang kuat melawan kebencian itu dan menggantinya dengan kasih dan pengampunan. Sulit dipahami!

Dengan kata lain seperti yang Yohanes ingin sampaikan, apakah mungkin orang yang mengaku menerima kasih Allah dengan mudahnya membenci saudaranya? Jangan-jangan ia hanya mengaku-ngaku sudah menerima kasih Allah (ay. 15). Apakah mungkin orang yang mengaku menerima pengorbanan Yesus menutup hatinya terhadap saudaranya yang kesusahan? Sekali lagi, jangan-jangan ia hanya mengaku-ngaku saja (ay. 17).

Benar bahwa kita dibenarkan karena iman saja, tetapi iman itu harus terlihat melalui apa yang kita perbuat bagi Tuhan. Marilah kita melangkahkan iman kita lebih lagi dengan perbuatan kita sehingga orang-orang dapat yakin berkata, “engkau memang anak-anak Allah” (1Yoh. 3:10).

Kita diselamatkan hanya karena iman saja, tetapi imanmu harus dinyatakan dengan perbuatanmu.

Wednesday, December 5, 2007

Ringkasan Buku Doktrin yang Sulit Mengenai Kasih Allah (1)

D. A. Carson
Penerbit Momentum


Buku ini sangat inspiratif sekali bagi saya sejak awal halaman sampai pada akhirnya

MENGENAI PENDISTORSIAN TERHADAP KASIH ALLAH

A. Mengapa doktrin mengenai kasih Allah dianggap sulit?

1. Di antara dunia dan kekristenan terjadi perbedaan yang sangat signifikan di dalam memaknai tentang kasih Allah. Doktrin mengenai kasih Allah menurut Alkitab sudah diganti dengan paham kasih yang sekedar menghibur dan hampir selalu menggambarkan bahwa kekuatan tertinggi memiliki sifat yang baik. Misalnya dalam film Star Wars yang membahas mengenai Force yang ambigu tetapi condong kepada kemenangan akhir diraih oleh sisi “terang” dari Force. ET, yang menggambarkan dongeng inkarnasi yang menyentuh hati yang mencapai klimaksnya pada kebangkitan dan kenaikan. Kemudian film Contact yang menunjukkan suatu intelegensia yang tidak dijelaskan dipenuhi dengan kasih, pemeliharaan yang bijak, dan menimbulkan kekaguman (wawasan dunianya monistis, naturalis, dan pluralis).

2. Kasih Allah telah disanitasi, didemokratisasi, dan yang terpenting sudah dijadikan sentimental. Sekarang ini, banyak orang yang kelihatannya tidak sulit untuk mempercayai kasih Allah; mereka lebih sulit untuk mempercayai keadilan, murka, dan kebenaran yang tidak berkontradiksi mengenai Allah yang Mahatahu.

3. Gerakan Postmodernisme menjadikan doktrin kasih Allah universal.

4. Ketidakmampuan kita yang tersebar luas untuk memikirkan secara mendalam pertanyaan-pertanyaan fundamental (mis. Mengapa Tuhan mengijinkan kelaparan massal atau Hitler dan Pol Pot berkuasa membantai manusia?) yang memampukan kita untuk mempertahankan doktrin Allah dalam proporsi dan keseimbangan yang alkitabiah (Tertantang?—red.).

5. Kasih Allah kadang-kadang digambarkan di dalam lingkungan Kristen sebagai sesuatu yang lebih mudah dan lebih jelas daripada kenyataannya.

B. Beberapa cara berbeda yang dipakai Alkitab dalam membicarakan kasih Allah.

1. Kasih Allah yang intra-Trinitarian.
2. Kasih providensial Allah kepada semua orang yang telah diciptakan.
3. Maksud penyelamatan Allah terhadap dunia ciptaan-Nya yang telah jatuh ke dalam dosa (condong Arminian).
4. Kasih Allah yang khusus, efektif, dan selektif kepada umat pilihan-Nya (condong Calvinis).
5. Kasih Allah kadang-kadang dikatakan ditujukan kepada umat-Nya dengan suatu cara yang sementara atau bersyarat—yaitu bersyaratkan ketaatan.

Kesimpulan bab 1:
1. Kita tidak boleh melihat cara-cara membicarakan mengenai kasih Allah ini sebagai kasih-kasih yang berdiri sendiri dan terkotak-kotak. Tidak akan membantu jika kita mulai dengan terlalu sering berbicara mengenai kasih Allah yang providensial, kasih-Nya yang memilih, kasih-Nya yang intra-Trinitarian, dan sebagainya, seolah-olah masing-masing terisolasi dari yang lainnya.

2. Kita juga tidak dapat membenarkan salah satu dari cara-cara untuk berbicara mengenai kasih Allah seperti ini dikurangi oleh yang lainnya.

3. Bahkan, kita tidak dapat, sekalipun berdasarkan bukti Kitab Suci, membenarkan salah satu cara itu untuk menundukkan cara-cara lainnya.

The Truth: kita harus menggenggam kebenaran-kebenaran ini secara bersamaan dan belajar mengintegrasikan semuanya dalam proporsi dan keseimbangan yang alkitabiah.

Disadur dari D. A. Carson

Wednesday, November 28, 2007

Tenanglah! Aku Ini, Jangan Takut!

Matius 14:22-33

Di dalam hidup kita seringkali kita sulit merasakan kehadiran Tuhan. Kita merasa sendirian menghadapi masalah hidup kita. Bahkan kadang kita meragukan apakah sebenarnya Tuhan benar-benar ada menyertai kita.

Hal ini terjadi di dalam diri murid-murid Yesus. Mereka kewalahan menghadapi ganasnya gelombang dan berusaha dengan kekuatan sendiri untuk mengatasi masalah ini. Ketakutan dan kekuatiran tersebut sampai meragukan bahwa Tuhan sebenarnya sudah hadir untuk menolong mereka.

Ada 2 alasan mengapa kita sulit merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup kita:

Pertama, karena kita belum mengenal-Nya dengan benar. Murid-murid menyangka mereka melihat hantu sampai mereka teriak-teriak ketakutan. Kekuatiran menutupi iman mereka padahal mereka baru saja melihat Yesus membuat mujizat dengan memberi makan lebih dari 5000 orang (Mrk. 6:52). Tidak heran, keluar pengakuan dari mulut mereka, “sesungguhnya Engkau Anak Allah (ay. 33)” Mereka baru saja benar-benar menyadari siapakah Guru mereka ini. Apakah saudara sudah mengenal Tuhan dengan benar? Kenallah Dia dengan benar melalui firman-Nya!
Kedua, karena kita belum mengakui kuasa-Nya. Petrus meragukan kehadiran Tuhan sehingga ia membutuhkan pembuktian. Tuhan membuktikan dengan kuasa mengijinkan Petrus merasakan bagaimana bisa berjalan di atas air. Tetapi kekuatiran belum juga jauh dari diri Petrus sehingga ia mulai tenggelam. Belajar dari Petrus, kita perlu sekali mengakui bahwa Tuhan memiliki kuasa untuk menolong kita keluar dari masalah kita. Tetapi Ia tidak akan membabi buta menolong kita bila itu tidak akan memuliakan nama-Nya. Karena itu, poin pertama yaitu pengenalan yang benar akan Tuhan sangat penting untuk menolong kita memahami rencana dan waktunya kuasa Tuhan bekerja.

Kenallah Tuhan melalui firman-Nya sehingga saudara dapat mengakui kuasa-Nya yang bekerja sesuai waktunya Tuhan.

Tuesday, November 27, 2007

Mengejar kekudusan di pelabuhan kasih karunia Allah

Matius 22:36-39; Yakobus 2:8-10; Ibrani 12:14
Seringkali kita diajak untuk mengejar kekudusan sebagai orang-orang yang sudah mengenal Tuhan, bahkan di dalam Alkitab sendiri, ajakan ini merupakan suatu perintah yang jelas sekali. Di dalam Ibrani 12:14, kata kejar di dalam mengejar kekudusan memiliki makna yang sangat kuat sekali, arti kata mengejar ini sama seperti keinginan yang kuat sekali untuk menganiaya, mencelakakan bahkan membinasakan (seperti kalau kita yang berani sama tikus akan mengejar tikus sampai dapat dan dipukul sama sapu sampai mati). Dengan kata lain, usaha mengejar kekudusan adalah satu usaha yang sangat dahsyat. Kejarlah kekudusan dengan seluruh upaya, tenaga dan usahamu!
Karena mengejar kekudusan suatu perintah, maka sudah menjadi suatu keharusan untuk selalu hidup dalam kekudusan. Tidak ada kompromi dengan dosa lagi melainkan harus yang ada di dalam pikiran dan hati untuk hidup kudus. Dengan demikian, usaha mengejar kekudusan harus dilakukan terus menerus, tidak boleh ada kemalasan, acuh tak acuh, atau komitmen setengah hati. Dengan kata lain, selalu dan selalu terus rindu mengikuti Tuhan!
Namun masalahnya adalah seringkali kita melakukan pengejaran kekudusan ini dengan kekuatan diri sendiri. Kita merasa mampu melakukannya sendiri. Namun seberapa mampu kita mengejar kekudusan? Seberapa kuat kita dapat berusaha? Seberapa lama kita dapat bertahan?Ketika orang-orang Farisi bertanya kepada Tuhan, “Guru, hukum mana yang terutama?” Dengan kata lain, “Guru, bagaimana kami dapat dikatakan kudus?” Tuhan berkata, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Totalitas hidupmu selalu untukku! Tidak boleh ada satu pun pelanggaran. Yakobus 2:10 berkata, “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.”
Kalau jawaban Yesus menjadi patokan bagi kekudusan kita, maka apakah kita sudah mampu mencapainya? Dan kalau kita tidak akan mampu mencapainya, apakah Yesus akan meringankan syaratnya? Kita tahu bahwa Yesus justru berkata di dalam Matius 5:48, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”Karena itu kalau bpk/ibu dan sdr2 serius di dalam mengejar kekudusan, maka seringkali kita akan stres, frustasi, merasa tidak layak, rasa bersalah, kecewa, dan putus asa ketika kita jatuh lagi dan jatuh lagi dalam dosa. Memang perasaan-perasaan ini bisa membantu kita untuk bangkit lagi namun percaya atau tidak, biasanya hanya bersifat sementara. Ada banyak orang Kristen yang tertekan dengan kebiasaan2 buruk yang sulit sekali dihilangkan. Pikiran2 lama yang kotor atau penuh kebencian/dendam yang sulit sekali dilupakan. Kalau sudah demikian, bagaimana kita seharusnya mengejar kekudusan? Apakah kita mampu mengikuti Yesus yang sempurna itu?
Mampu! Tapi bukan dengan usaha kita sendiri. Bpk/ibu dan sdr2 yang dikasihi Tuhan, mengejar kekudusan memang adalah suatu usaha manusia yang dituntut oleh Allah, namun usaha kita akan menemui halangan, frustasi dan putus asa kalau kita tidak berlabuh di dalam kasih karunia Tuhan. Kita tidak akan mampu mengejar kekudusan dengan usaha/kinerja kita semata. Penghayatan akan kasih Kristus di dalam hidup kita akan memotivasi kita seumur hidup!Kita harus ingat dan percaya bahwa ketika kita percaya kepada Tuhan dan tinggal di dalam Tuhan, maka firman Tuhan katakan di dalam Roma 8:1, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” Darah Kristus dia atas kayu salib sudah membuat kita sempurna di mata Allah. Yesus sudah menjadi wakil kita yang sempurna di hadapan Bapa di Sorga (berita sepanjang kitab Ibrani). Jadi, ketika dikatakan, sempurnalah kamu seperti Bapamu yang di Sorga adalah sempurna, maka kita sebenarnya yang ada di dalam Tuhan sudah sempurna (kita seperti seorang pelari yang berlari di sebuah gelanggang olahraga. Kita berlari bukan untuk mendapatkan kemenangan, tetapi kita berlari untuk menggenapkan kemenangan).
Jadi, ketika kita jatuh ke dalam dosa dan kita minta ampun kepada Tuhan dengan sungguh2, kita pasti akan mendapatkan pengampunan tersebut. Tidak heran Paulus berkata di dalam Roma 5:20-21, “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.”
Tetapi mungkin bpk/ibu dan sdr2 bertanya, kalau begitu enak yah jadi orang Kristen. Kita berbuat dosa saja sebanyak-banyaknya, toh ketika kita minta ampun sama Tuhan, Tuhan pasti ampuni kita. Atau dengan kata lain, ngapain susah2 kejar kekudusan, kalau toh Tuhan pasti mengampuni kita.
Pemahaman ini sebenarnya sudah diantisipasi Paulus ketika dia mengungkapkan Roma 5:20-21. Paulus mencegah orang-orang memandang rendah kasih karunia Allah. Karena itu dia berkata dalam Roma 6:1-4, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.”
Lalu diulang lagi oleh Paulus agar pemahaman ini jelas di ayat 15-16, “Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak! Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran?” (bdk. Gal 5:13, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih”).
Jadi, tidak mungkin orang yang sudah ada di dalam kasih karunia Tuhan akan senang dengan kubangan dosa, menikmati dosa itu bahkan merancangkan dosa di dalam hidupnya. Tidak mungkin orang yang sudah ada di dalam kasih karunia Tuhan tidak menyiapkan strategi/strategi atau usaha-usaha untuk melawan dosa/kebiasaannya yang buruk. Tentu ada dorongan yang kuat untuk melawan dosa dan membuang kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Pergumulan melawan kedagingan adalah pergumulan seumur hidup, namun kita dapat mengecilkan pengaruh dosa/kedagingan tersebut dengan pertolongan kasih karunia Tuhan yang dikerjakan Roh Kudus di dalam hidup kita.
Mari kita selalu berlabuh di dalam kasih karunia Tuhan dengan menghayati pengorbanan Yesus di atas kayu salib! Penghayatan akan anugerah Tuhan di dalam hidup kita akan membuat kita kembali bangkit dari kejatuhan kita karena Tuhan sudah mengampuni dosa kita. Penghayatan akan anugerah Tuhan juga akan mencegah kesombongan diri kita karena kita tahu bahwa ketika kita bisa menjaga kekudusan, itu semua semata karena Roh Kudus yang bekerja di dalam diri kita.
Kita rindu untuk hidup kudus karena kasih kita kepada Tuhan, bukan lagi karena takut dihukum. Saudara mau hidup kudus dengan selalu merendahkan diri di hadapan Tuhan?

Friday, November 9, 2007

Alkitab Sebagai Dasar Mutlak Pemberitaan

Galatia 1:11-24

Ketegasan akan jabatan kerasulan yang sudah tidak ada lagi di dalam kekristenan saat ini sudah dengan gamblang dibahas beberapa hari ini. Dan dengan gamblang pula dijelaskan bahwa fungsi/karunia kerasulan masih berjalan sampai saat ini dalam bentuk pengajaran yang sehat dan benar akan firman Tuhan.

Masalahnya, seringkali di dalam pengajaran (bagi pendidik/ pengajar/hamba-hamba Tuhan) atau pendalaman kita secara pribadi (Saat teduh bagi jemaat), kita lebih banyak mempengaruhi Alkitab dengan pengalaman, sejarah, atau tradisi kita dibandingkan dengan yang seharusnya terjadi yaitu, Alkitab yang mempengaruhi kehidupan kita. Dengan kata lain, Alkitab seharusnya dijadikan dasar/acuan segala sesuatu, bukan sekedar menjadi “keset” rohani yang dicocok-cocokkan dengan pengalaman, sejarah, atau tradisi kita, hanya semata-mata untuk mensahkan kepentingan pribadi kita.

Ini sangat penting sekali kita pegang di dalam hidup kita sehingga Alkitab/firman Tuhanlah yang menjadi dasar berpijak kita di dalam menjalani hidup ini.
Bagaimana kita menjaga otoritas firman Tuhan di dalam kehidupan kita? Rasul Paulus menyatakan bahwa dirinya sebagai Rasul dipercayakan tanggung jawab untuk menjaga otoritas firman ini. Baginya, pengajaran firman Tuhan harus pengajaran yang sehat yang dinyatakan Tuhan kepada dirinya. Paulus merindukan kita untuk mengikuti ajarannya (2Tim. 1:13). Karena itu, Alkitab yang sudah dikanon oleh Bapa-bapa gereja sudah menjadi penyataan Allah yang cukup menjelaskan kepada kita akan Tuhan, tanpa perlu penambahan atau pengurangan dimanapun (Ul. 4:2; 12:32; Why. 22:18-19).

Karena itu, baik pendidik, pengajar, hamba-hamba Tuhan yang dipercayakan pemberitaan firman, maka kita harus selalu setia kepada Alkitab saja sebagai dasar pemberitaan yang mutlak. Bagi setiap jemaat yang merenungkan firman Tuhan, maka mari kita menggumuli firman Tuhan dengan suatu bimbingan dari pendidik, pengajar, atau hamba-hamba Tuhan.

Rendahkanlah dirimu di hadapan kebenaran firman-Nya!

Thursday, November 1, 2007

KEKRISTENAN DI TENGAH PELIKNYA MASALAH EKOLOGI (8)

KESIMPULAN

Di dalam Roma 8:19-23, sebuah misteri sedikit dibukakan oleh Paulus mengenai pengharapan yang berskala kosmik yaitu bagi seluruh ciptaan (animate and inanimate), bukan hanya untuk orang-orang percaya.[1] Seluruh ciptaan mendapat bagian di dalam penebusan anak-anak Allah. Dengan kata lain, seluruh ciptaan menerima pula penebusan yang Kristus kerjakan di atas kayu salib. Penebusan yang penuh pengharapan ini hanya akan terwujud secara sempurna ketika orang-orang percaya dimuliakan pada saat Tuhan Yesus datang kedua kalinya.

Penebusan yang bersifat kosmik ini dipersiapkan Allah ketika melihat Adam jatuh ke dalam dosa, yang membawa kepada kehancuran (Kej. 12-Why. 22). Kehancuran ini berdampak kepada seluruh ciptaan, dengan menarik seluruh ciptaan ke dalam keputusasaan dan kebinasaan. Seluruh ciptaan bersama-sama dengan orang percaya mengeluh dan menderita seperti ibu yang sakit bersalin. D. Martyn Lloyd-Jones menuliskan perhatiannya yang mendalam dengan berkata:

I wonder whether the phenomenon of the spring supplies us with a part answer. Nature every year, as it were, makes an effort to renew itself, to produce something permanent; it has come out of the death and the darkness of all that is so true of the winter. In the spring it seems to be trying to produce a perfect creation, to be going through some kind of birth-pangs year by year. But unfortunately it does not succeed, for spring leads only to summer, whereas summer leads to autumn, and autumn to winter. Poor old nature tries every year to defeat the “vanity,” the principle of death and decay and disintegration that is in it. But it cannot do so. It fails every time. It still goes on trying, as if it feels things should be different and better; but it never succeed. So it goes on “groaning and travailing in pain together until now.” It has been doing so for a very long time . . . but nature still repeats the effort annually.[2]

Dosa manusia tersebut membawa kehancuran yang terekapitulasi sampai kepada seluruh ciptaan, tanpa kecuali. Rekapitulasi dosa ini merupakan perwujudan solidaritas antara manusia dengan seluruh ciptaan. Namun demikian, seluruh ciptaan dapat menerima akibat dosa Adam—kesia-siaan dan kebinasaan—karena ada pribadi yang menaklukkannya. Seluruh ciptaan tidak dapat menaklukkan dirinya sendiri, berbeda dengan Adam yang dapat menjatuhkan pilihannya untuk melanggar perintah Tuhan. Allah yang menaklukkan seluruh ciptaan kepada kesia-siaan dan kebinasaan karena manusia yang jatuh ke dalam dosa.

Namun, Allah tidak tinggal diam melihat hasil ciptaan-Nya hancur dan menjadi milik Setan. Allah melalui rencana penebusan-Nya akan merebut kembali seluruh milik kepunyaan-Nya—kerajaan-Nya. Allah menggunakan salib Kristus untuk merekonsiliasi segala sesuatu kepada diri-Nya sendiri, baik itu segala sesuatu yang ada di bumi dan di sorga, sehingga segala sesuatu tersebut dapat bersama-sama di bawah satu kepala, yaitu Yesus (Ef. 1:9-10; Kol. 1:19-20). Dengan kata lain, kalau seluruh ciptaan menerima dampak dosa manusia sehingga membawa mereka kepada kesia-siaan dan kebinasaan, maka penebusan yang diperoleh oleh manusia pun membawa dampak bagi seluruh ciptaan, karena penantian pengharapan seluruh ciptaan bergantung kepada penebusan tubuh dari orang-orang percaya[3]. Michael E. Wittmer menjelaskan posisi manusia dengan mengatakan:

We humans are the bull’s-eye of God’s grace, the target of his redemption. But through salvation begins with us, the God who redeems us does not want us to keep redemption to ourselves. He wants us to share his grace with the rest of creation, redeeming society, the animal kingdom, and even the earth itself.

Kesia-siaan dan kebinasaan yang dialami oleh seluruh ciptaan dan manusia hanya sementara sifatnya karena ketika anak-anak Allah dimuliakan yaitu di dalam tubuh kebangkitan, penebusan yang sempurna akan terjadi. Sedangkan bagi seluruh ciptaan, mereka akan diubahkan menjadi langit dan bumi yang baru sebagai tempat yang layak bagi tubuh yang baru dari manusia. “Tubuh kebangkitan” dari seluruh ciptaan adalah keharmonisan dan keteraturan kembali sama seperti awal penciptaan, bahkan jauh lebih indah.

So, pelihara dah bumi ini! God bless!


[1]Cornelius Pantinga, Jr. berpendapat dunia ini tidak dibagi menjadi dua area yaitu area rohani dan sekuler, di mana penebusan hanya berlaku kepada area rohani. Dunia ini adalah utuh milik Allah, di mana dunia ini sudah jatuh dan perlu untuk ditebus—every last person, place, organization, and program; all “rocks and trees and skies and seas” (Engaging God’s World [Grand Rapids: Eerdmans, 2002] 96).
[2]Romans (Grand Rapids: Zondervan, 1980) 6.59-60.
[3]Kebergantungan seluruh ciptaan kepada pemuliaan orang percaya seharusnya tidak menjadi alasan bagi orang percaya untuk menggantikan ketuhanan Kristus atas seluruh ciptaan. Ketuhanan Kristus kepada seluruh ciptaan adalah bersifat langsung dan segera (direct and immediate), tidak perlu dimediasi oleh orang-orang percaya. Bolt berkata, “The consolation of believers, the confirmation of their sonship in the face of suffering, the certainty of their hope, all depends directly on Christ’s immediate lordship over the creation. The final glorious affirmation of Romans 8 that nothing in all creation can separate believers from God’s love in Christ depends fully on the immediate and direct lordship of Jesus Christ over creation, over the ‘principalities and powers’” (“The Relation” 45; penekanan oleh pengarang). Carl. F. H. Henry berkata, “God made the universe through him and for him, and God redeems the universe through him. . . . All the fulness of the Godhead has its permanent abode in him alone (Col. 1:19); it is not distributed among a host of mediators. The cosmos, disordered and alienated from God through the rebellion and persistent disobedience of man, is restored to its true harmony through the act of sacrifice by which Christ makes atonement for sin. Similarly, in 1 Timothy Paul emphasizes both that there is but one God—‘not a lower creator God and a higher savior God’ as the Gnostics taught—and but ‘one mediator between God and men, the man Christ Jesus, who gave himself a ransom of all’ (2:5-6)” (“God, Revelation and Authority: God Who Speaks and Shows [Wheaton: Crossway, 1979] 60).

KEKRISTENAN DI TENGAH PELIKNYA MASALAH EKOLOGI (7)

Ayat 21

Ada dua dimensi yang dimiliki oleh kata “kemerdekaan,” yaitu dimensi negatif dan positif. Dimensi negatif yaitu kemerdekaan dari perbudakan kebinasaan jelas berbicara tentang kemerdekan dari dosa (Rm. 6:18, 22) dan hukum (Rm. 7:3; 8:2) yang mempersatukan keduanya sebagai bagian dari periode Adam. Lingkaran kematian yang menjadi karakteristik ciptaan akan berakhir pada saatnya nanti (lih. Kol. 3:4; 1Yoh. 3:2). Sedangkan dimensi positifnya, ciptaan akan masuk ke dalam kemerdekaan anak-anak Allah.

Pengulangan kata kemerdekaan menunjukkan bahwa, pemenuhan keselamatan yang total bagi seluruh ciptaan, hanya terjadi dengan dan hanya karena anak-anak Allah dimuliakan. Pada zaman sekarang, kemerdekaan yang dijanjikan belum sempurna, terkait dengan penderitaan, dosa dan kematian yang masih terjadi. Kemerdekaan akan sempurna ketika Allah menyempurnakan tujuan-Nya di dalam memahkotai manusia dengan kemuliaan (pemahaman doxa[1]; Mzm. 8:6; bdk. secara khusus 4 Ezra 7:96-98).[2]

Pemahaman Paulus mengenai penebusan bagi seluruh ciptaan dapat ditemui juga di dalam tulisan apokaliptik Yahudi.[3] Di dalam tulisan apokaliptik Yahudi, penebusan kepada ciptaan diasosiasikan dengan eskatologi orang percaya, sama seperti kerusakan seluruh ciptaan diasosiasikan dengan dosa manusia. Seluruh ciptaan akan dimuliakan ketika manusia menjadi sempurna dan taat kepada kehendak Allah. Setelah orang-orang tidak percaya dimasukkan ke dalam hukuman kekal dan orang-orang percaya memperoleh hidup kekal, seluruh alam ciptaan Tuhan akan berfungsi kembali secara harmonis (Jubilee; Book of Parables 2; 4 Ezra; 2Bar.; Apocalypse of Moses).[4]

Namun, tidak hanya tulisan apokaliptik Yahudi yang mempengaruhi Paulus. Kitab-kitab PL khususnya Mazmur dan Yesaya, lebih mempengaruhi pemikiran Paulus—sesuai dengan latar belakang Paulus sebagai orang Farisi. Di dalam kisah Nuh—setelah air bah—Allah membuat perjanjian dengan seluruh ciptaan yang ada di bumi ini (Kej. 9:8-12, 16). Perjanjian Nuh ini merupakan perjanjian yang kekal, sehingga di dalam jangkauan dan waktunya bersifat kosmik.[5] Tidak hanya itu, Yesaya 65-66 menceritakan bagaimana Allah menjanjikan pembaharuan bagi langit dan bumi, di mana manusia yang memiliki tubuh yang baru akan tinggal di lingkungan yang layak baginya (bdk. Im. 26:3-6; Mzm. 85:10-13; Yes. 54:9-10; Yer. 31:35-36; 33:20-25; Yeh. 34:25-31; Hos. 2:21-23).[6]

Melalui penjelasan di atas, jelas bahwa seluruh ciptaan (kosmos) itu sendiri harus ditebus, dengan menantikan anak-anak Allah dimuliakan, agar manusia yang telah ditebus dapat memiliki lingkungan yang sesuai dengannya.

Ayat 22

Bagian ayat 22 sepertinya kembali kepada tema di dalam ayat 19 mengenai penantian seluruh ciptaan kepada penyelamatan. Kata “sebab kita tahu” sekali lagi (lih. 2:2; 3:19; 7:14; 8:28) menunjukkan bahwa Paulus mengemukakan pandangan yang sudah umum dipahami di kalangan orang-orang Kristen, maupun mereka yang berada di dalam diaspora, khususnya dari tulisan apokaliptik Yahudi yang berkembang pada waktu itu. Apa yang menjadi pemahaman dari komunitas di atas adalah ciptaan berada di dalam masalah.

Kata groaning together hanya dipakai pada ayat ini.[7] Arti dasar dari kata ini mengekspresikan tekanan jiwa yang dalam; hasil respon dari keadaan yang tidak diinginkan. Seluruh ciptaan mengeluh akibat ditaklukkan kepada kesia-siaan dan kebinasaan, hasil dari kutukan kejatuhan manusia (ay. 20-21).[8] Namun, keluhan ini bukan keluhan yang hanya berfokus kepada kebebasan dari kebinasaan, melainkan kepada pengharapan yang pasti, yang telah dijanjikan.

Tidak jauh berbeda dengan kata groaning together, kata to give birth hanya didapati pada bagian ini saja. Pemahaman kata ini sangat berhubungan erat dengan kata groaning together yang menunjukkan tangisan atau ratapan seorang wanita yang akan melahirkan. Metafora sakit bersalin ini menunjukkan suatu periode penderitaan yang akan segera berakhir untuk memperoleh sesuatu hal yang baru. Hahne menyebutnya sebagai a bipolar metaphor yang mengkombinasikan penderitaan dan hasil masa depan yang positif. Lebih jelasnya, Hahne memberikan dua dimensi pemahaman bagi masing-masing metafora. Bagian penderitaan dapat diartikan kepada kesakitan yang konstan, bergumul dan menderita; dan penderitaan yang terus berlanjut untuk periode tertentu. Bagian hasil masa depan yang positif dapat diartikan kepada sukacita masa depan, yang sangat kontras dengan kesakitan; dan kehidupan baru atau keadaan yang jauh lebih baik dan mulia daripada masa sekarang. Gambaran di atas dirasakan memiliki nuansa eskatologi yang sangat kuat, di dalam tulisan Yahudi (Yes. 13:8; 21:3; 26:17-18; 66:7-8; Yer. 4:31; 2:23; Hos. 13:13; 1QH 3:7-18), maupun tulisan apokaliptik dan rabinik Yahudi (1 Enoch 62:4; 4 Ezra 10:6-16), dan PB (Mrk. 13:8; Kis. 2:24; 1Tes. 5:3; Why. 12:2).

Banyak penafsir yang melihat nuansa eskatologi yang kuat tersebut membawa kepada konsep Paulus mengenai penderitaan kosmik di dalam Roma 8:20-22 sama dengan konsep birth pangs of the Messiah[9] (BPM) yang ada di dalam PL dan literatur Yahudi. Baik Roma 8:20-22 dan ayat-ayat BPM mengacu kepada bencana kosmik eskatologikal yang mendahului zaman baru yang mulia. Namun ada perbedaan yang cukup signifikan dari kedua bagian ini, yaitu:[10]
Pertama, di dalam ayat-ayat BPM, masa tribulasi dari kosmik hanya dalam suatu jangka waktu yang pendek sebelum kedatangan Mesias. Kontras di dalam Roma 8:20-22, seluruh ciptaan menderita sejak kejatuhan manusia sampai akhir zaman. Frasa “sampai sekarang” (ay. 22) menjelaskan bahwa penderitaan dan keluhan ciptaan berlanjut terus untuk jangka waktu yang lama—sejak kejatuhan manusia. Pemakaian frasa ini di bagian PB yang lain (satu-satunya) adalah di dalam Filipi 1:5, yang berarti “right up to the present time.” Arti ini ingin menunjukkan bahwa penderitaan yang dialami ciptaan bukan pencobaan eskatologi yang meningkat yang tepat terjadi sebelum akhir zaman. Tepatnya, penderitaan ini merupakan karakteristik zaman sekarang dan akan berlanjut terus sampai orang-orang percaya dimuliakan (ay. 21).

Kedua, pada sebagian besar ayat-ayat PL dan BPM rabinik, fokus penderitaan lebih kepada manusia dibandingkan kepada ciptaan.[11] Tulisan apokaliptik Yahudi lebih mengarah kepada penderitaan ciptaan, tetapi maksud arahan tersebut tetap kembali kepada penderitaan manusia.

Ketiga, di dalam ayat-ayat tulisan Yahudi, masa tribulasi merupakan bagian dari proses kedatangan Mesias, konsep yang kurang jelas di dalam Roma 8 dan tidak terlalu dikembangkan di dalam PL.

Berdasarkan ketiga perbedaan di atas, konsep Paulus mengenai kosmos yang mengeluh dan sakit bersalin memang tidak sepenuhnya sama dengan BPM, namun demikian tidak dapat dipungkiri ada keterkaitan yang erat ketika berbicara mengenai pergulatan kosmik (cosmic travail).

Ayat 23

Pada ayat 19-22, Paulus menggambarkan kerinduan dan penderitaan yang dialami oleh seluruh ciptaan. Pada ayat 23 ini, Paulus ingin menunjukkan bagaimana orang-orang percaya memiliki kerinduan yang sama. Transisi yang dibuat Paulus, dari ciptaan kepada orang-orang percaya, melalui penggambaran “mengeluh,” “dan bukan hanya mereka [ciptaan yang sama-sama mengeluh] saja, tetapi kita [sendiri][12]. . . juga mengeluh”). Dengan mengatakan bahwa orang–orang percaya mengeluh “dalam hati mereka,” keluhan ini bukan di dalam bentuk verbal yang diucapkan, melainkan yang dirasakan di dalam diri seseorang, melalui tindakan-tindakan. Tindakan ini tidak melibatkan kecemasan mengenai benar atau tidaknya janji penebusan Allah yang sempurna—sebagaimana Paulus tidak memberikan peluang sedikitpun terhadap keraguan akan janji Tuhan (ay. 28-30)—tetapi perasaan tidak puas pada moral dan keadaan fisik yang menjadi bagian antara periode pembenaran dan pemuliaan (lih. 2Kor. 5:2, 4) dan penantian akan masa akhir dari keadaan yang “lemah” ini.

Paulus menggambarkan bahwa setiap orang yang menantikan kemuliaan yang akan datang adalah orang yang memiliki karunia sulung Roh. Kata “karunia sulung” ini menyatukan baik permulaan proses dan hubungan yang tidak tergoyahkan antara permulaan dan akhirnya. Ketika kata ini dimaksudkan dengan Roh Kudus, maka kata ini ingin menunjukkan bahwa karya penebusan Allah yang eskatologi sudah dimulai dan terus berjalan sampai tahap kulminasi nanti. Roh tersebut adalah permulaan penetapan (first installment) akan keselamatan dan jaminan (down payment) yang akan menjaga setiap orang percaya untuk tetap di dalam imannya. Roh tersebut berfungsi untuk menyatukan dua keadaan (already—not yet) eskatologi di mana orang-orang percaya dan seluruh ciptaan sedang “terjebak” di dalamnya. Already, melalui kehadiran Roh Allah yang membawa orang percaya kepada zaman baru; tetapi kenyataan bahwa Roh tersebut hanya “karunia sulung” membuat orang percaya sedih karena belum waktunya (not yet) terbebas dari penderitaan dan dari nikmatnya zaman baru.
Mengapa orang-orang percaya mengeluh? Karena mereka menantikan pengadopsian—pengadopsian menjadi anak-anak Allah (bdk. 8:14-16). Pengadopsian sebagai anak-anak Allah yang belum sempurna itu menantikan kesempurnaannya di dalam pembebasan tubuh orang-orang percaya (the redemption of our bodies). Gambaran pembebasan ini adalah seperti seseorang yang membayar lunas tebusan seorang tawanan dari perbudakan. Penggambaran ini yang digambarkan Alkitab di dalam diri Yesus Kristus yang telah mati di atas kayu salib untuk membayar lunas semua dosa-dosa seluruh dunia. Secara status, setiap orang yang beriman kepada Tuhan akan dibenarkan dan diadopsi menjadi anak-anak Allah. Namun, bila berbicara mengenai manusia dengan perwujudannya secara fisik—sōma as the embodiment of the person[13]—setiap orang percaya belum layak dan sesuai dengan statusnya sebagai anak Allah. Tubuh lama yang dikenakan sekarang adalah tubuh yang masih di dalam pergulatan dosa dan kedagingan. Karena itu, tubuh materi ini perlu untuk ditebus agar menjadi tempat yang layak bagi manusia baru di sorga kelak.

[1]Pemikiran baik di dalam Yudaisme dan PL bahwa kemuliaan eskatologi akan membawa orang-orang percaya dan seluruh ciptaan menjadi ciptaan yang baru (transfigurasi), meskipun adalah hal yang baru (Rm. 8:18, 21; 1Kor. 15:43; 2Kor. 3:18; 4:17; Flp. 3:21; Kol. 3:4; 1Ptr. 5:1), namun konsep ini sebenarnya sudah diantisipasi di dalam Yesaya 66:19, 22 (S. Aalen, “doxa” dalam NIDNTT 2.44).
[2]Pemahkotaan terhadap manusia hendaknya tidak diasosiasikan dengan konsep antropologi Paulus, yang kemudian memfokuskan kembali kepada penebusan yang hanya bersifat antropologis. Pengasosiasian ini akan mengabaikan pemaparan konsep soteriologi dan eskatologi Paulus di dalam Roma 8:19-22 yang mencakup dimensi kosmik (lih. konklusi John Bolt, “The Relation Between Creation and Redemption in Romans 8:18-27,” CTJ 30/1 [April 1995] 48-51; kontra A. Vögtle, “Röm 8, 19-22: eine schöpfungstheologie oder anthropologisch-soteriologische Aussage?” dalam Me,langes bibliques in hommage au be,da Rigaux [Duculot, 1970] 351-366 yang dikutip [dan disetujui] Moo, The Epistle 517).
[3]Paulus sering memakai terminologi-terminologi apokaliptik Yahudi seperti murka (orgē), kematian (thanatos), kebenaran (dikaiosynē), penghukuman (krisis), dan konflik antara dua zaman (aiōn). Keduanya didominasi oleh penantian panjang dan kerinduan yang amat sangat akan kerajaan Mesias. Keduanya saling membagikan hubungan antara masa lalu Israel dan pengharapan akan janji Allah (Calvin J. Roetzel, The Letters of Paul [Louisville: Westminster John Knox, 1998] 44).
[4]Hahne, Paul’s 7. Meskipun Paulus sering menggunakan simbol-simbol apokaliptik Yahudi bagi pemikirannya, hal ini tidak berarti Paulus menggunakan tulisan apokaliptik sebagai gaya sastranya atau memperlakukan tulisan apokaliptik sebagai sumber utamanya. Paulus sekedar mengambil motif dari tulisan apokaliptik. Paulus “meminjam” beberapa pemahaman dari tulisan apokaliptik untuk menuliskan injil apokaliptiknya, tetapi dia memodifikasinya karena perjumpaannya dengan Tuhan dan karena ada tradisi kekristenan yang mempengaruhinya (J. Christiaan Beker, The Triumph of God [tr. Loren T. Stuckenbruck; Minneapolis: Fortress, 1990] 19-20).
[5]Christopher J. H. Wright, Old Testament Ethics for the People of God (Leicester: InterVarsity, 2004) 133.
[6]Lihat John R. W. Stott, The Message of Romans (BST; Leicester: InterVarsity, 1994) 240.
[7]Moo, The Epistle 518 dan Hahne, The Birth 6. Hahne memberikan tiga dimensi dari pemahaman groaning yaitu: (1) seluruh ciptaan mengeluh sambil menantikan keselamatan dari perbudakan kebinasaan (ay. 22); (2) orang-orang percaya mengeluh sambil menantikan penebusan tubuh mereka (ay. 23; bdk. 2Kor. 5:2, 4); dan (3) Roh mengeluh di dalam membantu orang-orang percaya (ay. 26). Struktur yang sangat teratur ini menekankan solidaritas antara orang-orang percaya dan seluruh ciptaan. Keduanya mengeluh untuk menantikan keselamatan yang sempurna dari kerusakan dunia ini. Sedangkan Roh membantu penantian orang-orang percaya, khususnya di dalam doa-doa mereka.
[8]Karl Barth, The Epistle to the Romans (tr. Edwyn C. Hoskyns; London: Oxford University Press, 1968) 310 kehilangan konteks perikop ini ketika mengatakan bahwa keluhan atau ratapan yang terjadi adalah karena ada yang sengaja menciptakannya (sama dengan pendapat Clarence J. Glacken, Traces on the Rhodian Shore, Nature, and Culture in Western Thought from Ancient Times to the End of the Eighteenth Century [Berkeley: University of California Press, 1967] 163 yang dikutip dari Hahne, The Birth 6 yang mengatakan bahwa keluhan atau ratapan itu adalah bagian dari rencana Allah untuk alam semesta ini dan tidak berhubungan dengan dosa).
[9]Artinya adalah suatu periode akan bencana dan penderitaan kosmik pada zaman akhir yang berfungsi sebagai prelude (pendahuluan) akan kedatangan Mesias (1QH 3:7-18; 1 Enoch 62:4; 4 Ezra 16:37-39; Tg. Ps. 18:4; Tg. 2Sam. 22:5; Midr. Ps. 18:4). Bencana kosmik ini merupakan konsekuensi dari bertambahnya dosa yang manusia perbuat (Hahne, The Birth 10).
[10]Hahne, The Birth 10-11.
[11]Contoh: Yesaya 26:17; 66:8; Yer. 4:31; Hos. 13:13; Mi. 4:9-10; 1 Enoch 62:4; Tg. Ps. 18:4.
[12]LAI kurang memberikan penekanan kepada kata “kita.”
[13]Dunn, The Theology 56. Kata soma dipakai di dalam surat Paulus sebanyak 91 kali, dengan pengertian yang beragam. Ukuran yang biasa dipakai oleh Paulus untuk memakai kata ini, selain tubuh secara fisik, adalah analogi jemaat, khususnya jemaat Kristus (Rm. 12:4-5; 1Kor. 10:16-17; 12:12-27). Analogi tubuh Kristus ini digambarkan di dalam bentuk kosmik dan kesatuan di bawah satu kepala, yaitu Tuhan Yesus sendiri (Ef. 1:23; 2:16; 4:4, 12-16; 5:23; Kol. 1:18, 24; 2:19; 3:15) (L. J. Kreitzer, “Body” dalam Dictionary of Paul 71). Menurut Dunn, kata soma (man’s bodily participation in and with his environment) berbeda dengan kata sarx (man’s belonging to and dependence on that environment and its society). Menurutnya, soma ditransformasikan menjadi baru di mana transformasi ini juga terjadi pada seluruh ciptaan (1Kor. 15:44; Flp. 3:21) (Romans 475). Kata soma memiliki konsep relasional, di mana keberadaan manusia—tidak sekedar fisik, melainkan pribadi—memiliki relasi dengan lingkungan di sekitarnya, dan sebaliknya. Bersama-sama dengan lingkungan ini (seluruh ciptaan), manusia—orang percaya—sedang menantikan penebusan tubuh. Menurut Dunn, “sōma gives Paul’s theology an unavoidably social and ecological dimension” (The Theology 61).

Wednesday, October 31, 2007

KEKRISTENAN DI TENGAH PELIKNYA MASALAH EKOLOGI (6)

Refleksi KKR MISI

Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup” (1Ptr. 3:10-11)

Bagian firman Tuhan ini sangat tepat sekali menutup ceramah dari seorang ahli Astronomi Indonesia dari ITB yang bernama DR. Iratius Radiman pada kesempatan ceramah KKR Misi di GIA Lengkong Besar Bandung pada tanggal 28 Oktober 2007. Dengan Tema Kesempatan Terakhir (dari gereja) dan Terang Pengharapan Anak-anak Allah—Roma 8:18-25 (dari beliau), saya menyimpulkan 5 hal:

(1) Allah, Pencipta langit dan bumi ini sungguh luar biasa menciptakan eksistensi jagat raya ini dan tentunya manusia. Ada bertriliyun-triliyun bintang dan galaksi di jagat raya ini. Ada bintang bernama Betelgense yang bisa dimuati matahari kita sebanyak 35 juta buah matahari. Bahkan, bintang v838 Monocerotis dapat memuat 125 juta matahari kita padahal matahari kita sendiri dapat diisi planet bumi buanyak sekali! Hebatnya lagi, bintang v838 Monocerotis ada bertriliyun-triliyun jumlahnya yang membentuk galaksi. Dan huebatnya lagi, galaksi pun sebenarnya ada bertriliyun-triliyun jumlahnya (beliau memberikan gambar-gambar bintang dan galaksi tersebut). Karena itulah tidak heran Pemazmur berkata, “Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu” (Mzm. 103:14) dan Kejadian 2:7, “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Man just a dust in the presence of the Lord! Tuhan yang menciptakan semuanya ini sungguh Maha. Merenungkan hal ini, saya semakin takjub akan kebesaran-Nya dan semakin harus menaklukkan diri dengan segala kerendahan hati di hadapan-Nya.

(2) Allah tidak meninggalkan perbuatan tangan-Nya. Dengan bagian atmosfir yang tipis sekali (seperti ujung bolpoint) untuk melindungi dan memberikan kehidupan di bumi serta dengan kerak bumi yang tipis sekali (seperti kulit kentang) untuk melindungi kehidupan di permukaan bumi dari esensi bumi yang adalah the lake of fire (beliau mengatakan bahwa secara logika, bumi tidak layak dihuni karena merupakan bola api), maka bumi tetap bisa dihuni bahkan dipilih Tuhan untuk didiami oleh “debu” yang dikasihi-Nya. Hal ni sangat mungkin terjadi karena Tuhan yang menjadikannya. Tuhan yang memeliharanya. Dengan perbuatan Tuhan yang ajaib, cukup hanya dengan atmosfir yang tipis dan kerak bumi yang tipis, kehidupan manusia dan ciptaan lain di permukaan bumi tertopang. Amazing!

(3) Sayangnya dosa membuat bumi ini semakin hancur. Bumi semakin hancur akibat ulah manusia. Diperkirakan perang akan terjadi hanya akan memperebutkan air bersih. Penyakit semakin ganas dan bervariasi. Bahan makanan alami akan mengkhawatirkan. Bencana alam akan menjadi-jadi dan meluas. Intinya: Doomsday! Kehidupan sekarang kalau dibiarkan begini terus, maka semua hal di atas akan menjadi nyata ± tahun 2050 (42 tahun dari sekarang). Celakanya, justru kerusakan lingkungan pertama kali muncul karena revolusi di Inggris yang membabat hutan untuk tuang besi. Pada tahun 1987, manusia hanya perlu memenuhi makanannya sendiri (dengan bahan kimia) selama ½ bulan di mana 11½-tahunnya lagi dikonsumsi dari hasil bumi. Tahun 1990, menjadi 1 bulan. Tahun 1995 menjadi 1½ bulan. Tahun 2000 menjadi 2 bulan. Sekarang manusia harus mencari sendiri makanannya selama 3 bulan lamanya. Kalau hendak dipaksa, maka tanah akan berkata, “Oke tetapi ini adalah konsumsi tahun 2008.” Bagaimana jadinya nanti tahun 2008? Merenungkan hal ini, ada penatua yang bercanda, “segera menikah Guan!” Yap, saya ingin segera menikah, bahkan akan saya percepat jadwalnya (tetapi sayang tidak bisa). Atau merenungkan hal yang mengerikan ini, lebih baik segera wafat dan masuk surga yang mulia. Apakah saudara akan masih hidup 42 tahun lagi dan menjadi saksi sejarah kebenaran berita ini?

(4) Kelihatannya memang manusia sudah tidak ada harapan hidup di bumi yang semakin hancur ini. Peringatan Global Warming di mana-mana tetapi malah masih sebatas bincang-bincang padahal sudah dibutuhkan aksi yang revolusioner. NASA dan sekutunya bermimpi untuk mewujudkan koloni di Mars atau ruang angkasa yang tentunya belum akan terwujud dalam kurun waktu 50 tahun lagi. Merenungkan hal ini, saya berseru kepada Tuhan, “Tuhan, tidak ada harapan lagi bagi bumi. Kalau tidak ada harapan bagi bumi, maka manusia tidak akan memiliki harapan lagi karena manusia bergantung kepada bumi ini untuk kehidupannya. Bagaimana manusia harus hidup, Tuhan? Adakah harapan bagi manusia?” Sesuatu di hati saya tidak dapat menahan suara yang berkata, “Aku harapanmu! Aku harapan bagi manusia!” Yesus Kristus harapan manusia! Ini bukan klise! Alasannya: (a) Tuhan Yesus Kristus pemilik bumi ini, Dia berhak dan tahu apa yang dilakukan-Nya, (b) Rencana-Nya yang agung itu tidak dapat dibendung oleh usaha manusia (1Ptr. 3:10), (c) Keselamatan yang sejati bagi jiwa yang terancam hancur dan mengalami binasa yang kekal adalah dari Kristus saja! dan (d) Janji langit dan bumi yang baru berasal dari mulut Yang Mahakudus ini. Karena itu, harapan satu-satunya kepada kehidupan yang kekal setelah doomsday ini adalah hanya di dalam Kristus saja!

(5) Pengharapan yang tertuju kepada Kristus saja memang membuat pandangan kita kepada surga menjadi sangat jelas, tetapi tidak berarti pandangan yang jelas ini membuat kita bereuforia sehingga kita lupa berpijak di bumi yang merana ini dan melakukan mandat budaya di kehidupan kita. Kita perlu selalu sadar bahwa, dunia semakin hancur akibat ulah manusia (DR. Radiman mengakui bahwa sedikit sekali anak-anak Tuhan di bumi ini yang tentunya menjaga bumi dari segala kerusakan yang ditimbulkan umat manusia—yang menurut saya belum tentu anak-anak Tuhan yang ada menjaganya, jangan-jangan justru yang mengakibatkannya. Celaka orang Kristen!). Sudah seharusnya anak-anak Tuhan tidak lagi sembarangan lagi hidup, melainkan sungguh-sungguh hidup di dalam kekudusan (1Ptr. 3:11), menjalankan mandat Injili dan mandat budaya. Takutlah kepada Tuhan karena, “ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup. . . sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan” (Ibr. 10:31; 12:29)! Takutlah kepada Tuhan dengan berjanji, “Tuhan, aku takut melakukan dosa karena aku takut itu akan merusak relasiku dengan-Mu.” Jalankan mandat Injili kepada mereka yang belum memiliki pengharapan yang sejati di dalam Kristus! Terapkan mandat budaya mengingat kepada kesejahteraan umat manusia dan mengingat kepada Roma 8:19-25, di mana seluruh ciptaan pun adalah bagian ciptaan Tuhan yang menantikan hal yang sama seperti orang-orang percaya kelak nanti. They’re our fellowbrothers! (Francis Schaffer)

KEKRISTENAN DI TENGAH PELIKNYA MASALAH EKOLOGI (5)

Eksposisi Roma 8:19-23
There is not a square inch in the whole domain of our human existence over which Christ, who is Sovereign over all, does not cry: ‘Mine!’
(Abraham Kuyper)

Ayat 19
Subjek dari penantian akan kemuliaan jelas mengacu kepada kata “seluruh makhluk/ciptaan.” Masalahnya, kata ini terus diperdebatkan sejak masa bapak gereja Agustinus sampai sekarang. Perdebatan yang diperbincangkan adalah, apakah ciptaan di sini dimengerti dalam arti luas—Paulus memaksudkannya dengan seluruh isi alam semesta yang didukung dengan kata pasa pada (segala makhluk; ay. 22)—atau dalam arti yang terbatas?[1]

Kalau melihat konteks di dalam perikop ini, maka pengertian ciptaan harus dipahami dalam arti yang terbatas. Di dalam Roma 8:19, 21, dan 23, kata “seluruh makhluk” dan “anak-anak Allah” jelas terpisah, sehingga pendapat bahwa manusia—khususnya orang percaya (believers)—termasuk ke dalam kata “seluruh makhluk,” tidak tepat. Demikian juga tidak tepat dengan mengartikan ciptaan ini dengan orang yang tidak percaya (unbelievers), karena sulit untuk dipahami bahwa orang yang tidak percaya menantikan kemuliaan yang akan datang. Lebih jelas lagi, pada ayat 20 dikatakan, “. . . bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia . . . ,” menunjukkan bahwa “makhluk” di sini tidak memiliki kehendak atau pilihan untuk takluk kepada kesia-siaan, melainkan ada pribadi yang menjatuhkan pilihan atau kehendak bagi mereka—dalam hal ini adalah Allah.[2] Sedangkan Adam yang merupakan wakil dari seluruh ciptaan, memiliki pilihan atau kehendak untuk jatuh ke dalam kesia-siaan dan kebinasaan, ketika Adam memilih untuk makan buah pengetahuan yang baik dan jahat itu. Jadi, manusia tidak termasuk ke dalam arti kata ciptaan pada bagian ini. Selain itu, malaikat pun tidak termasuk ke dalam kata ciptaan di sini, karena malaikat tidak ditaklukkan kepada kebinasaan, baik oleh dosa manusia atau perbuatan mereka sendiri.

Pembahasan di atas melapangkan kemungkinan yang paling benar yang dapat masuk ke dalam referensi kata ini yaitu seluruh ciptaan (tidak hanya pengertian “makhluk” seperti yang dipakai LAI), baik bergerak (animate) atau tidak bergerak (inanimate); kata lain yang dipakai adalah subhuman nature, nonhuman creation atau natural world. Ciptaan ini dipersonifikasikan di dalam Roma 8:19-23 seperti yang dicatat di dalam PL, di mana selalu digambarkan memiliki emosi, intelektual, dan kehendak. Namun, meskipun ciptaan pada Roma 8:19-23 dipersonifikasikan, penderitaan yang dialami akibat dosa manusia tidak boleh didemitologisasikan atau diantropologisasikan. Penderitaan sekarang yang dialami oleh seluruh ciptaan adalah nyata dan Allah akan membawa penderitaan mereka kepada kesudahannya, ketika Kristus datang kedua kali dan menyempurnakan penebusan anak-anak Allah. Sebagai ciptaan yang pada mulanya memiliki relasi dengan manusia, mahkota ciptaan Allah (Kej. 1:26-30; 2:19), maka pemulihan ciptaan menantikan pemulihan manusia sebagai gambar dan rupa Allah.

Ayat 20
Latarbelakang dari Roma 8:20-22 adalah Kejadian 3:17-19, di mana menggambarkan kutukan kepada tanah dikarenakan dosa asal manusia.[3] Jika di dalam Roma 5:12-19, Paulus menjelaskan kejatuhan Adam yang membawa dosa dan kematian bagi umat manusia, maka di dalam Roma 8:20-22 ini Paulus melanjutkan dampak kejatuhan tersebut di dalam diri seluruh ciptaan. Hahne menegaskan bahwa, “The fall of Adam had cosmic consequences.”[4] Ada solidaritas antara manusia dengan seluruh ciptaan berkenaan dengan masalah dosa. Cranfield menolong menggambarkan solidaritas ini dengan mengatakan:
What sense is there in saying that ‘subhuman creation—the Jungfrau, for example, or the Matterhorn, or the planet Venus—suffers frustration by being prevented from properly fulfilling the purpose of its existence? The answer must surely be that the whole magnificent theatre of the universe, together with all its splendid properties and all the varied chorus of subhuman life, created for God’s glory, is cheated of its true fulfilment so long as man, the chief actor in the great drama of God’s praise, fails to contribute his rational part . . . just as all the other players in a concerto would be frustrated of their purpose if the soloist were to fail to play his part.[5]

Dampak yang ditimbulkan oleh manusia ini memberikan perbedaan yang sangat mendasar antara manusia dengan ciptaan yang lain, yaitu seluruh ciptaan ditaklukkan ke dalam kesia-siaan tersebut, bukan oleh kehendaknya sendiri. Kata “bukan oleh kehendaknya sendiri” jelas sekali menunjuk kepada seluruh ciptaan di mana ciptaan tidak bersukacita atas kejatuhan Adam, melainkan membuatnya merana karena membawanya ke dalam kesia-siaan. Masalahnya, apakah Adam—dosanya membawa kematian dan kebinasaan bagi dunia (bdk. Rm. 5:12)—yang menaklukkan seluruh ciptaan ke dalam kesia-siaan, ataukah ini merupakan pekerjaan Allah?

Seperti sudah disinggung di penjabaran ayat 19 di atas, bahwa kata “yang menaklukkan” memiliki implikasi otoritas, di mana Adam sudah kehilangan otoritas karena dosa yang diperbuatnya. Menaklukkan seluruh ciptaan ini dikonotasikan mengontrol dunia di mana Adam sudah kehilangan kontrol itu akibat dosanya—demikian juga dengan setan, apapun perannya di dalam proses kejatuhan manusia. Jadi, bukan Adam yang menaklukkan ciptaan ke dalam kesia-siaan. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan kata “dalam pengharapan” yang menunjukkan bahwa siapapun yang menaklukkan ciptaan ke dalam kesia-siaan maka dia pula yang akan membawa seluruh ciptaan ke dalam pengharapan—hal yang tidak mungkin dilakukan oleh Adam dan setan. Karena itu, satu-satunya yang memiliki otoritas dan dapat membawa seluruh ciptaan kepada pengharapan adalah hanya Tuhan. Tuhan sendiri yang memiliki hak dan kuasa untuk menghukum seluruh ciptaan ke dalam kesia-siaan karena dosa manusia.

Namun permasalahan yang timbul adalah pada kata depan dia. ditambah akusatif, pengertiannya mengarah kepada seseorang, yang bukan sebagai pelaku (agency) dari penaklukkan—seperti yang Tuhan kerjakan—melainkan penyebab penaklukkan itu, yang mengacu kepada Adam[6] (Mzm. 8:7; bdk. 1Kor. 15:27; Ef. 1:22; Flp. 3:21; Ibr. 2:5-8; 1Ptr. 3:22). Tetapi melihat kepada konteks ayat ini, kata depan dia. ditambah akusatif harus direferensikan kepada kegagalan Adam (on account of Adam’s transgression), bukan kepada fungsi yang Allah berikan kepadanya, atau frasa ini akan kelihatan lebih kompleks (on account of him to whom all things were subjected). Moo memberikan alasan yang lebih baik dengan melihat alasan Paulus memilih kata depan dia. ditambah akusatif untuk menampilkan ketetapan Allah (God’s decree) sebagai penyebab dari penaklukkan tersebut.[7]

Jadi, ciptaan telah ditaklukkan oleh Allah—Hakim dan Penyelamat yang agung—sebagai akibat dari kejatuhan manusia. Namun penaklukkan ini hendaknya tidak dipandang sebagai hukuman akhir yang tidak dapat dipulihkan lagi, sebaliknya, ada keyakinan yang teguh akan janji Allah bagi pemulihan seluruh ciptaan, tanpa terkecuali.

[1]Witherington III memberikan delapan kemungkinan yang dapat dimaksud dengan ciptaan pada bagian ini, yaitu: all humanity, unbelieving humanity alone, believing humanity alone, angels alone, subhuman nature (both creature and creation), subhuman nature plus angels, unbelievers and nature, and subhuman nature plus humanity in general (Paul’s Letter to the Romans [Grand Rapids: Eerdmans, 2004] 222).
[2]Kata “ditaklukkan” memiliki implikasi otoritas yang tidak cocok bila dikaitkan dengan Adam yang sudah jatuh ke dalam dosa dan tidak memiliki otoritas atas apapun juga. Menaklukkan ciptaan kepada kesia-siaan menunjukkan kontrol atas dunia ini, di mana Adam sudah kehilangan dominasi atas dunia karena dosanya.
[3]Pemikiran Paulus sangat mungkin sekali dipengaruhi oleh tulisan apokaliptik Yahudi. Contoh tulisan apokaliptik yang mirip dengan kisah Alkitab adalah, Kejadian 6 yang diinterpretasikan oleh 1 Enoch 6-11 di mana ciptaan terdistorsi akibat dosa malaikat yang jatuh (watchers) dan pengikut-pengikutnya (giants). Meskipun asal dosa yang dilakukan oleh malaikat yang jatuh lebih dianggap daripada oleh Adam, hasilnya tetap sama: ciptaan telah rusak karena dosa. Hasilnya adalah dunia ini memerlukan pemulihan (10:7). Bumi yang rusak ini berteriak kepada Allah untuk dilepaskan dari belenggu dosa. Bagian ini mirip sekali dengan apa yang Paulus katakan di dalam Roma 8:19-22, di mana ciptaan telah terbelenggu oleh dosa dan mengeluh kepada Tuhan untuk dibebaskan (Harry Alan Hahne, Paul’s Apocalyptic Theology in Romans 8:19-22 [http://www.balboa-software.com/hahne/Rom8Apocalyptic.pdf#search=’romans%208% 3A1923%20jewish%20apocalyptic’] 3).
[4]The Birth Pangs of creation: The Eschatological Transformation of the Natural World in Romans 8:19-22 (http://www.balboa-software.com/hahne/BirthPangs.pdf#search=’joseph%20lee%20nelson%20 the%20groaning’) 5.
[5]“Some Observations on Romans 8:19-21,” dalam Reconciliation and Hope: Essays on Atonement and Eschatology (ed. R. Banks; Grand Rapids: Eerdmans, 1974) 224-230 dikutip dari David Wilkinson, The Message of Creation (Downers Grove: InterVarsity, 2002) 239.
[6]Albert M. Wolters, Creation Regained [2nd edition; Grand Rapids: Eerdmans, 2005] 56.
[7]Douglas Moo melihatnya bahwa kasus ini dapat membuat dia. ditambah akusatif sama pengertiannya dengan dia. ditambah genitif (The Epistle to the Romans [NICNT; Grand Rapids: Eerdmans, 1996) 516). Joseph A. Fitzmyer mendukung penggunaan dia. ditambah akusatif mengarah kepada Allah, meskipun penggunaan dia. ditambah akusatif yang mengindikasikan subjek sangat jarang (Romans: The Anchor Bible [New York: Doubleday, 1993] 508).

Thursday, October 25, 2007

HARAPANKU INDONESIA (MY HOPE)

Program ini adalah program yang diselenggarakan oleh Dr. Billy Graham ke seluruh dunia dan tibalah saatnya dilakukan di Indonesia yang kita cinta. Tulisan atau keterangan di bawah adalah potongan informasi yang dibuat untuk Jemaat di tempat saya melayani. Untuk keterangan lebih lanjut khususnya untuk acara televisinya dapat saya konfirmasikan lebih lengkap dan tepat. Atau rekan-rekan dapat mendapatkan informasi lebih lanjut di Indonesia@harapanku.com.

Matius dan Kawan-kawan

Saya percaya bahwa kita semua pasti mempunyai kawan-kawan dekat, sanak saudara, atau tetangga yang belum mengenal kasih Kristus. Padahal kita tahu bahwa Dialah harapan yang sesungguhnya bagi segala bangsa. Program “Harapanku Indonesia” merupakan suatu rencana untuk menjangkau mereka semua dengan berita keselamatan melalui acara “Matius dan Kawan-kawan”. Acara ini sangat praktis yang didasarkan atas kisah Injil yang ditulis dan dicatat oleh Matius, seorang pemungut cukai yang dulunya bernama Lewi. Kristus mula-mula memanggil Matius. Kemudian pada suatu hari Matius mengundang kawan-kawannya ke rumahnya untuk berjumpa dengan Yesus dan mendengarkan Dia memberitakan Kabar Baik (Matius 9:9-13; Lukas 5:27-32). Dari kisah inilah istilah acara “Matius dan Kawan-kawan” diambil. Bagian inti program “Harapanku Indonesia” adalah acara yang bernama “Matius dan Kawan-kawan” tersebut.

Bagaimana Menjadi “Matius”?
Melalui acara “Matius dan Kawan-kawan”, banyak anggota jemaat akan mengisi Kartu-kartu Doa dengan menuliskan nama dari 10 orang sanak saudara, kawan dekat atau tetangga yang belum mengenal Kristus, kemudian mendoakan mereka tiap-tiap hari. Jemaat Tuhan diharapkan terus berusaha untuk menjalin persahabatan dengan orang-orang itu dan mulai sharing (berbagi) dengan mereka mengenai kasih Kristus.
Selanjutnya pada suatu tanggal yang ditentukan jemaat akan mengundang kawan-kawan itu datang ke rumah mereka untuk bersama-sama menonton sebuah drama TV/VCD yang berisi suatu pesan moral yang berbicara mengenai kasih Kristus (tanggal penayangan yang sudah pasti 15 Desember 2007 di RCTI pkl. 16.30 WIB dan 21, 22 Desember 2007 di TVRI pkl. 20.00 dan 26 Desember 2007 di Trans TV pkl. 18.00). Sesudah menyaksikan acara tersebut, selama beberapa menit jemaat dapat mensharingkan pengalamannya menggantungkan harapannya kepada Kristus kemudian mengajak kawan-kawan tersebut untuk juga menggantungkan pengharapan kepada Kristus.


Setiap Jemaat Bisa Terlibat
Kaum awam di setiap gereja dapat turut ambil bagian dalam prakarsa nasional ini. Jemaat terlebih dahulu akan menerima pelatihan, bahan-bahan bacaan serta petunjuk-petunjuk untuk dapat memperkenalkan saudara, kawan-kawan dekat, atau para tetangga kepada kasih Kristus. Apa yang akan dilakukan jemaat seperti meniru apa yang dilakukan oleh Matius dalam kisah di atas, dengan menempuh langkah-langkah yang mudah sebagai berikut:

5 Langkah yang Mudah:
1. Lihat Sekeliling: Perhatikan siapa-siapa di antara sanak keluarga, tetangga, dan kawan-kawan dekat Anda yang benar-benar membutuhkan Kristus. Tulis nama-nama mereka di atas Kartu Doa “Matius dan Kawan-kawan” (akan diberikan dalam pelatihan)

2. Lihat ke Atas: Berdoalah tiap-tiap hari untuk nama-nama yang Anda tulis dan mintalah supaya Tuhan memberi Anda kesempatan untuk berbicara dengan mereka tentang harapan Anda dalam Kristus

3. Lihat Peluang: Carilah jalan untuk mendekatkan diri Anda dengan mereka dan meningkatkan kesempatan untuk berkomunikasi dengan mereka tentang harapan Anda dalam Kristus.

4. Lihat ke Depan: Undanglah orang-orang yang Anda daftarkan itu untuk datang minum teh/kopi ke rumah Anda dan bersama-sama menonton acara TV/VCD. Buatlah mereka agar merasa seperti di rumah sendiri dan ciptakan suasana yang nyaman untuk menonton acara TV/VCD. Selesai acara itu, jelaskan kepada tamu-tamu Anda bagaimana mereka dapat menaruh harapan pada Kristus dengan menaruh iman, dan pimpinlah mereka dalam suatu doa yang sederhana mengundang Kristus masuk ke dalam kehidupan mereka.

5. Lihat Selanjutnya: Pakailah brosur “Hidup di dalam Kristus” atau bahan-bahan lain yang disediakan gembala Anda untuk membimbing jiwa-jiwa baru di dalam menghayati iman mereka dan membantu mereka berdoa, membaca Alkitab dan mempelajarinya. Ajak mereka juga ke gereja Anda, agar bertumbuh dalam kehidupan mereka yang baru bersama Kristus

Jangan ketinggalan! Marilah bergabung dengan jutaan orang di seluruh dunia, menjadi “Matius-Matius” dengan terlibat memperkenalkan Kasih Kristus kepada kawan-kawan kita. Tuhan Yesus memberkati.

Tuesday, October 23, 2007

KEKRISTENAN DI TENGAH PELIKNYA MASALAH EKOLOGI (4)

DUA PANDANGAN PENEBUSAN BAGI SELURUH CIPTAAN

Untuk menutupi kekurangan ini, penulis melihat upaya dari beberapa pihak dalam melihat dan mengamati relasi antara penebusan Kristus dengan keberadaan seluruh ciptaan. Ada dua pendapat yang memiliki pandangan yang bertolak belakang satu sama lain. Pandangan pertama mengatakan bahwa penebusan yang Kristus kerjakan hanya bagi manusia semata, tidak ada penebusan bagi ciptaan yang lain. Ayat-ayat seperti Roma 8:19-23, Kolose 1:13-20, 1 Korintus 15:28 atau Efesus 1:10 yang dianggap oleh beberapa orang[1] menggambarkan relasi antara penebusan Kristus dengan seluruh ciptaan (kosmos), dipandang hanya sebatas penebusan yang hanya berbicara bagi manusia semata. Orang-orang yang menitikberatkan penebusan hanya bagi manusia melihat bahwa konsep penebusan hanya diperuntukkan bagi manusia saja, dalam hal ini orang-orang percaya.[2] Glen H. Stassen dan David P. Gushee di dalam menyikapi teks Kolose 1:13-20 berpendapat bahwa:
The term redemption is predicated only of “us” (i.e., followers of Jesus) and specifically defined as the forgiveness of sins. Although the whole creation is “fallen” and under “the dominion of darkness,” the nonhuman creation is not sinful. Only humans need forgiveness of sins. But human sinfulness has created alienation between humanity and the rest of creation (Gen. 3:14-19; 9:1-6), and this passage promises reconciliation, an end to that alienation.[3]

Dengan kata lain, Stassen dan Gushee ingin mengatakan bahwa hanya manusia yang jatuh ke dalam dosa sedangkan ciptaan yang lain tidak. Apakah benar demikian? Bukankah ketika manusia jatuh ke dalam dosa, seluruh tatanan kehidupan terseret pula ke dalam dosa?
Surat Roma 8:18-27 juga dianggap oleh beberapa kalangan tidak berbicara kepada relasi penebusan Kristus dengan kosmos. John C. Gager menuliskan bahwa: “In Paul, this cosmic dimension has been significantly limited to an anthropological category, and its primary reference has become the nonbelieving, human world.”[4] John Reumann menambahkan bahwa Paulus “does cite words that look for cosmic redemption,” tetapi ia melanjutkan “His interest in quoting them is entirely, however, on man, Christian man.” Menurutnya, “Romans 8 thus fits with the interpretation we have reached of the new creation as the new creaturehood of Christian believers, not a cosmic day-dream.”[5]

John Bolt melihat bahwa orang-orang Neo-ortodoks menafsirkan Roma 8 khususnya ayat 19-23, bukan di dalam dimensi kosmologis, tetapi lebih kepada lingkup soteriologi yang antropologis. Menurut Bolt, hal yang mendasar yang menjadi permasalahan mereka adalah pengetahuan dan iman akan penebusan Kristus yang merupakan kunci bagi manusia, tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain. Artinya, perhatian Paulus di dalam Roma 8 lebih kepada kehidupan spiritual manusia, dan apa pun yang dikatakan Paulus mengenai ciptaan secara keseluruhan, hanya bersifat insidentil dan tidak merupakan bagian utama dari tulisannya di surat Roma. [6]

Pandangan yang kedua melihat dari sudut pandang yang berbeda. Pandangan ini secara ekstrem melihat bahwa Kristus adalah Kristus Kosmik (Cosmic Christ) yang melihat Kristus sebagai pola yang menghubungkan (the pattern that connects): “divinity and earthiness; emptiness and fullness; suffering and accomplisment. It connects all creatures in the entire universe.”[7] Matthew Fox berpendapat bahwa: “salvation is about God becoming ‘all in all,’” Paul tells us (1Cor. 15:28).[8] Lebih lanjut lagi Fox melihat konsep Kristus Kosmik ini akan mengubah paradigma seseorang:[9]

from anthropocentrism to a living cosmology
from Newton to Einsten
from parts-mentality to wholeness
from rationalism to mysticism
from obedience as a prime to creativity as a prime moral virtue
moral virtue
from personal salvation to communal healing, i.e., compassion
as salvation
from theism (God outside us) to panentheism (God in us and us in God)
from fall-redemption religion to creation-centered spirituality
from the ascetic to the aesthetic

Penulis melihat pemahaman ini terlalu ekstrem, khususnya bila menyangkut pemahaman panenteisme[10] yang mendistorsi begitu banyak natur Allah. Perbedaan yang begitu besar antara teisme dan panenteisme adalah:[11]

TEISME
God is Creator.
Creation is ex nihilo.
God is sovereign over world.
God is absolutely perfect.

God is monopolar.
God is independent of world.
God is actually infinite.
God is unchanging.


PANENTEISME
God is changing.
God is director.
God is working with world.
Creation is ex materia.

God is growing more perfect.
God is bipolar.
God is actually finite.
God is dependent on world.

Panenteisme dalam hal ini telah merusak pemahaman kosmologis yang dapat membuka wawasan kepada konsep penebusan yang lebih utuh.

[1]Beberapa di antaranya: Anthony A. Hoekema, The Bible and the Future (Grand Rapids: Eerdmans, 1979) 32-33, 53-54, 275, 282, Robert Recker, “The Redemptive Focus of the Kingdom of God,” Calvin Theological Journal 14/2 (November 1979) 154-186, Francis A. Schaeffer, Pollution and the Death of Man: The Christian View of Ecology (Wheaton: Tyndale House, 1980) 65-77, George Eldon Ladd, A Theology of the New testament (Grand Rapids: Eerdmans, 1993) 682-683, James D. G. Dunn, The Theology of Paul The Apostle (Grand Rapids: Eerdmans, 1998) 38-43, dan David K. Naugle, “Kristus Kosmik Dalam Surat Kolose: Eksegesis Kolose 1:15-23,” Transformasi 2/1 (Februari 2006) 95-111.
[2]Pemahaman ini sangat mungkin dipengaruhi oleh pandangan dualisme yang memisahkan unsur materi-roh atau jasmani-rohani. Hal yang rohani dianggap penting karena akan membawa keselamatan bagi jiwa mereka, sedangkan hal yang jasmani menjadi tidak penting lagi keberadaannya. Menurut Brian J. Walsh dan J. Richard Middleton, masalah dualisme ini begitu mempengaruhi kehidupan kekristenan. Masalah dualisme muncul setidaknya dalam tiga hal: bagaimana orang percaya memandang konsep kerja, bagaimana orang percaya memandang budaya dan bagaimana orang percaya membaca Alkitab. Hal ini perlu diselidiki dari mana “penyakit” ini berasal. Menurut mereka, konsep dualisme ini berasal dari Plato yang memisahkan antara jiwa dan tubuh. Langkah ini diikuti oleh Agustinus yang memisahkan kehidupan kekal dengan yang temporal. Masalahnya, pemahaman Agustinus ini tidak berbeda dengan pemahaman dualisme Plato (The Transforming Vision: Shaping a Christian World View [Downers Grove: InterVarsity, 1984] 94-116). James K. A. Smith melihat hal yang sama dengan mengatakan: “One of the central themes of the continental Reformed tradition is a holistic affirmation of the goodness of creation and materiality, which is thus also affirms those spheres and modes of life associated with craeturely embodiment (the arts, sociopolitical engagement, etc.). As a result, the Reformed tradition has articulated a persistent critique of the dualism of much of Protestant, especially evangelical, Christianity” (Introducing Radical Orthodoxy: Mapping a Post-secular Theology [Grand Rapids: Baker, 2004] 198).
[3]Kingdom Ethics (Downers Grove: InterVarsity, 2003) 440-441, penekanan oleh penulis buku.
[4]“Functional Diversity in Paul’s Use of End-Time Language,” Journal of Biblical Literature 89 (1970) 329 dikutip dari John Bolt, “The Relation Between Creation and Redemption in Romans 8:18-27,” CTJ 30/1 (April 1995) 38.
[5]Creation and New Creation: The Past, Present, and Future of God’s Creative Activity (Minneapolis: Augsburg, 1973) 329.
[6]“The Relation” 34-51.
[7]Matthew Fox, The Coming of the Cosmic Christ (San Francisco: Harper & Row, 1988) 134.
[8]Ibid. 151.
[9]Ibid. 134-135.
[10]Panenteisme tidak perlu dibingungkan dengan pemahaman panteisme. Panteisme secara literal berarti semua (pan) adalah Allah (teisme), tetapi panenteisme berarti semua di dalam Allah. Konsep ini juga disebut teologi proses (sejak Allah dilihat sebagai pribadi yang berubah), bipolar theism (sejak dipercayai bahwa Allah memiliki dua kutub), organisisme (sejak konsep ini dipahami bahwa dari awalnya semua berasal dari organisme raksasa), dan neoclassical theism (karena dipercaya bahwa Allah terbatas dan sementara, kontras dengan paham classical theism) (Norman L. Geisler, “Panentheism,” dalam Baker Encyclopedia of Christian Apologetics [Grand Rapids: Baker, 1999] 576).
[11]Ibid.