Tidak dapat disangkali dan dihindarkan, anak SM berada di tengah-tengah dunia yang semakin pintar dan canggih dalam mengembangkan dosa, seperti domba di tengah-tengah serigala. Karena itu, tidak heran anak-anak SM pun terjerumus ke dalam konsep berpikir, kebiasaan, budaya, atau apapun juga yang ditawarkan oleh dunia.
Generasi masa sekarang adalah generasi Net Generation atau N-Geners. Generasi ini adalah generasi yang lahir pada periode 1977-1997. Berarti anak-anak SM yang kita layani termasuk di dalam N-Geners. Dari namanya saja kita sudah tahu bahwa generasi ini sangat akrab dengan komputer, namun tidak hanya sekadar komputer tetapi masuk ke dalam dunia maya/virtual seperti televisi, game, internet, dan kecanggihan teknologi lainnya. Adapun tantangan zaman yang membentuk karakteristik anak SM adalah:
1. Individual—komunitas—individual.
Pertama, anak berkarakteristik sangat individual sekali melalui dunia maya yang mereka mainkan. Mereka senang bermain sendirian tanpa diganggu oleh siapapun dan apapun. Tidak ada teman tidak apa-apa. Kalaupun mereka berkomunitas hanya sebatas pembicaraan dunia maya mereka atau sebagai ajang pamer kebolehan. Ujung-ujungnya berkomunitas adalah individual lagi.
- Game. Menurut para Psikolog, game dapat merusak konsentrasi belajar. Hiburan berganti menjadi keharusan. Emosi anak tidak stabil/impulsif, mis: kalau televisi dimatikan mereka bisa mengamuk. Cenderung malas bergaul dengan teman-temannya. Sering terlibat konflik dengan sekitarnya, cth kasus: Anak SMP pernah menusuk kawan sekelasnya untuk menyudahi pertengkaran yang ternyata anak SMP ini gemar bermain game peperangan. Karena itu anak-anak SM kita bisa tidak memiliki kerinduan akan Hikmat dan teguran seperti yang yang dirindukan firman Tuhan dalam kitab Amsal. Namun ada hal positif yang diduga berasal dari game yaitu anak-anak dilatih pikirannya menjadi imajinatif, kreatif dan inovatif. Kemudian anak akan memiliki rasa kepahlawanan untuk membela kebenaran. Ada seorang ibu yang bahkan menganggap game baik untuk anaknya karena dapat melatih anaknya memiliki tangan yang terampil ketika memencet tombol dengan harapan anak ini akan mahir ketika menjadi dokter bedah.
- Internet. Bahaya pada internet adalah pornografi. Anak-anak sekarang mengalami masa pubertas yang cepat. Mungkin pada usia 12-13 tahun sudah mengalami menstruasi atau mimpi basah. Sedangkan rata-rata orang yang menikah sekarang sekitar 27-30 tahun karena faktor karier atau trauma melihat perceraian atau kebutuhan ekonomi yang tinggi. Jadi ada jarak yang jauh sekitar 18 tahunan untuk anak-anak menahan gejolak seksnya sebelum masuk ke dalam pernikahan yang kudus. Jarak yang jauh ini sangat rentan untuk dipengaruhi oleh sarana-sarana dosa seperti internet atau 3G (pornografi). Karena itu anak-anak SM kita sangat rentan dengan pencobaan seksual. Sebenarnya bila digunakan dengan baik, internet sangat mendukung di dalam ilmu pengetahuan atau komunikasi.
- Televisi. Bahaya pada televisi adalah penekanan kepada penampilan lahiriah. Baik film atau iklan akan menawarkan kehidupan lahiriah yang sempurna sehingga anak-anak akan takut gemuk, takut bodoh, dan takut miskin (seringkali justru orangtua yang menjadikan anak-anak seperti demikian). Gemuk identik dengan tidak cantik dan tidak menarik. Cantik berarti langsing (jarang sekali iklan atau film memakai peran utamanya seseorang yang gemuk). Mereka juga takut bodoh sebab nilai-nilai di sekitar mereka mengondisikan untuk melombakan prestasi akademik mereka. Karena itu sejak kecil mereka diarahkan masuk ke sekolah favorit agar mereka dapat menjadi anak favorit. Kemudian anak-anak juga takut miskin karena kalau miskin berarti mereka tidak dapat membeli barang-barang mereka bermutu untuk dapat meningkatkan harga diri. Intinya adalah mereka selalu ingin menjadi pusat perhatian di manapun mereka berada. Semua harus fokus kepada dirinya dan menyanjung-nyanjung keberadaan dirinya—ini baru namanya hidup. Kalau hidupnya tidak serba wow sehingga tidak menjadi pusat perhatian maka hidup ini terasa bosan dan tidak ada lagi gunanya untuk hidup. Secara teologis ini dinamakan “tidak adanya perspektif eskatologi” bagi mereka. Kesuksesan adalah hari ini, kekekalan hanyalah imajinasi atau sesuatu yang jauh. Padahal Tuhan Yesus berkata di dalam Matius 6:19-21 berkata, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”
Mengapa kehidupan maya/virtual menarik?
Kalau kita perhatikan baik game, TV, dan internet menawarkan gambar yang menarik perhatian anak-anak dari sejak mereka membukanya sampai mereka mengakhirinya. Mereka sangat menikmati warna-warna dan tantangan yang ada. Saya pernah ditest untuk teman saya yang ada di Psikologi. Saya diminta melihat di layar kaca 2 tombol berwarna merah dan hijau. Bila salah satu tombol menyala maka tangan saya pun harus memencet tombol sesuai warnanya. Itu mudah tetapi makin lama makin sulit karena di sekeliling layar kaca mulai dinyalakan lampu yang berwarna-warni. Ini menunjukkan betapa konsentrasi dapat buyar karena pengaruh warna. Makanya mengapa di Timezone/Gamezone mesin-mesin permainan di pasang banyak sekali lampu yang berwarna-warni karena bertujuan membuyarkan konsentrasi anak ketika bermain dan mereka akan kalah dan penasaran dan akan main lagi. Sekarang masalahnya adalah bagaimana ketika kita mengajar anak-anak kalau anak-anak sudah terbiasa dengan visualisasi yang menarik bagi mereka, sedangkan kita masih mengajar dengan gambar flanel yang tidak bergerak atau bahkan tidak menggunakan alat visual apapun dan hanya mengandalkan suara kita? Mengapa kita tidak mulai memikirkan mengajar dengan menggunakan sarana powerpoint/film untuk menarik perhatian mereka? Atau bukankah seharusnya kita mengkreatifkan diri kita dengan metode-metode cerita yang baru? Karena itu penting sekali pelayanan anak-anak SM memiliki team yang kuat, solid, serius mengikuti perkembangan zaman, kreatif dan peduli dengan pelayanan anak. Tidak harus anak-anak muda melainkan orang yang sudah tua dapat memberi batasan yang kuat agar tidak malah kebablasan tanpa saringan. Kalau kita tidak segera serius memperbaiki pelayanan kita maka kita akan kalah telak dari dunia.
2. Figur pembina rohani yang langka.
Anak-anak SM kekurangan figur idealisme baik di rumah, masyarakat, sekolah, maupun di gereja. Sebagian besar anak-anak sekarang tumbuh dengan orangtua yang penuh dengan pertengkaran, permusuhan, bahkan perceraian. Mereka harus hidup dengan orangtua tunggal sehingga ada banyak yang kehilangan figur ayah atau ibu. Masyarakat di sekitar hidup dengan kekerasan, korupsi dan ketidakadilan. Guru-guru di sekolah juga sudah jarang sekali mengajarkan nilai-nilai kebenaran, hanya sebatas kognitif saja. Sedangkan sudah jarang sekali hamba-hamba Tuhan dan guru-guru SM yang hidup di dalam kekudusan dan pengabdian sebagai pelayan-pelayan anak-anak ini. Karena itu, generasi Net menjadi skeptis dan pesimis ketika melihat keadaan orang-orang disekelilingnya yang tidak berusaha memahami kebutuhan maupun pergumulan anak-anak pada zaman ini. Seringkali anak-anak harus menerima perlakuan yang keras atau disiplin yang ketat dari pembina-pembina rohaninya yang justru akan menjadi bumerang dengan pemberontakan mereka.
Apa tindakan kita sebagai guru-guru SM? Komunikasi yang bagaimana yang seharusnya kita kerjakan?
Komunikasi biasanya memang identik dengan verbal atau kata-kata. Namun pada zaman sekarang kita tidak cukup dengan komunikasi kata, melainkan komunikasi pikiran, komunikasi hati, komunikasi perbuatan.
1. Komunikasi kata.
Jangan menggunakan kata-kata konfrontasi yang kasar dan memancing amarah ataupun dengan ucapan siapa yang berkuasa. Apabila kita mencecar anak-anak dengan peluru kata-kata maka ada 2 kemungkinan yang terjadi: ia akan lari ke tempat persembunyiannya dan melampiaskan amarahnya atau kemungkinan kedua, ia akan balas menyerang saudara.
- Selesaikan dulu urusan saudara sebelum saudara menyelesaikan urusan dengan anak-anak SM saudara. Biasanya kita yang dalam keadaan sibuk, capek dalam pelayanan mudah sekali untuk melampiaskan emosi kepada anak-anak karena merasa anak-anak tidak berani menantang atau membalas kita. Keluarkanlah dulu balok di mata kita, barulah kita mengeluarkan selumbar/serpihan kayu di mata anak-anak SM kita (Mat. 7:3-5).
- Setelah saudara mempersiapkan diri (berdoa terlebih dahulu), berbicaralah dengan anak SM saudara di tempat yang tepat dan waktu yang tepat (saya biasanya melakukannya ketika setelah belajar atau kerumahnya. Di remaja yang saya pernah alami atau sekali-sekali di tempat ini, saya sering menggunakan kesempatan bertemu di hari senggang untuk ngobrol, atau bisa juga saya ajak pergi makan dan di sanalah saya berbicara menanyakan perihal pergumulan di dalam dirinya). Jangan menegur mereka di tempat umum/di depan teman-temannya karena hal tersebut hanya akan membuat dirinya malu. Ambillah waktu khusus maka secara tidak langsung saudara hendak mengatakan, “Kamu sangat berarti bagi saya.” Memberikan hikmat kepada anak-anak bukan dengan cara memukul anak-anak dengan kata-kata melainkan Amsal 1:8-9 berkata, “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu, sebab karangan bunga yang indah itu bagi kepalamu, dan suatu kalung bagi lehermu.” Seperti memberikan harta yang termahal baginya. Kita harus menghindarkan dari mencari tahu siapa yang benar atau siapa yang salah. Di dalam buku Masa Penuh Kesempatan yang ditulis oleh Paul David Tripp, dia mengemukakan tiga cara untuk menolong kita ketika kita menghadapi anak-anak (remaja) yang bersikap defensif:
a. Menjelaskan makna dari tindakan kita. Kita bisa katakan, “Jangan salah paham, om/tante tidak menuduhmu. Om/tante sangat mengasihimu dan karena kasih itu, om/tante ingin melakukan apa saja yang bisa om/tante lakukan untuk menolongmu. Kalau ada hal yang ingin kau sampaikan sama om/tante, kamu bisa tolong beritahukan dengan hormat kepada om/tante.”
b. Kita harus menolong mereka meneliti sikap defensif mereka sendiri. Menurut Tripp, anak-anak menderita kebutaan spiritual sehingga perlu untuk dibimbing melihat keadaan spiritual mereka sendiri. Kita dapat katakan, “Tahukah kamu ada banyak kegelisahan atau kekacauan di ruangan ini. Bukankah om/tante tidak membentakmu, menyakitimu, atau menuduhmu? Tetapi sepertinya kamu tidak suka dengan om/tante. Mengapa kamu marah atau tidak suka sama om/tante? Dapatkah kamu jelaskan kepada om/tante?”
c. Berusaha jujur dengan cara mengaku dosa-dosa yang telah kita lakukan kepada anak-anak kita. Kadang tanpa sadar kita sudah melukai hati mereka dengan kata-kata kita yang kasar, membentak, atau mungkin memukul. Kita harus akui kesalahan kita kepada anak-anak kita dan tunjukkan juga pengakuan itu kepada Tuhan agar anak-anak dapat menyadari dosa mereka juga di hadapan Tuhan dan kita.
2. Komunikasi pikiran.
Bawa mereka di dalam pengenalan akan diri mereka sendiri. Ajukan pertanyaan yang membutuhkan deskripsi, penjelasan, dan pengungkapan diri. Jangan puas hanya dengan jawaban ya atau tidak saja. Anak-anak biasanya suka bercerita (mulai berkurang pada zaman ini), jadi manfaatkan kebiasaan mereka ini dengan mendengarkan keluhan mereka. Pancing mereka mengungkapkan segala gundah gulana mereka. Mengapa? Karena biasanya anak-anak yang “bermasalah” di SM memiliki masalah pula di rumah. Jadi dengan mengetahui isi pikiran mereka, maka kita kira-kira dapat mengira bagaimana kehidupan keluarga mereka di rumah, bagaimana perlakuan yang mereka dapatkan dari orangtua mereka. Anak-anak memang akan sulit sekali mengungkapkan pemikiran mereka karena pikiran mereka masih abstrak dan belum tersusun rapi, terlebih lagi mereka sudah “malas” berpikir keras kalau hal itu tidak menantang mereka (seperti permainan game yang mereka mainkan).
3. Komunikasi hati.
Apakah kita pernah mengajak anak-anak didik kita masuk ke dalam pembicaraan yang dalam? Misalnya membicarakan tentang Tuhan Yesus secara pribadi kepada mereka? Biasanya pengajaran di kelas sangat menyulitkan kita untuk menembus hati setiap anak karena pengajaran yang kita ajarkan bersifat umum dan bisa saja ditanggapi dengan berbeda-beda oleh setiap anak. Penting sekali kita kembali mengajarkan secara pribadi kepada setiap anak agar kita dapat lebih memperkenalkan kepada anak-anak mengenai Yesus.
4. Komunikasi perbuatan.
Tunjukkan kasih kita dengan perbuatan! Saya menyarankan kita untuk melakukan perkunjungan agar anak-anak dapat merasa lebih dekat dan diperhatikan (imbasnya nanti juga ke orangtua yang melihat keseriusan kita dalam melayani anak-anak mereka). Anak-anak mungkin tidak dapat mengekspresikan sukacita mereka ketika melihat kita datang mengunjungi mereka atau dalam tingkah laku kita yang menunjukkan kasih kepada mereka, namun percayalah, setiap gerak gerik kita akan diamati oleh anak-anak kita, sadar atau tidak sadar. Anak-anak adalah mesin foto copy yang paling canggih di seluruh dunia. Di dalam zaman di mana mereka sudah kehilangan figur rohani yang ideal, maka penting sekali kita menumbuhkembangkan kembali figur yang ideal di dalam diri kita, agar mereka tidak mencari figur di luar kekristenan. Ajarkan mereka untuk melakukan firman Tuhan seperti kita!
Saya menutup Riung Mumpulung ini dengan puisi doa yang ditulis oleh Leslie Pinckney Hill yang melukiskan pergumulan rohani pembina kerohanian anak.
Guru
Tuhan, siapakah aku ini sehingga boleh mengajarkan jalan-Mu
hari lepas hari kepada anak-anak-Mu?
Bukankah aku pun rawan tersesat?
Aku mengajarkan mereka pengetahuan,
namun aku menyadari
betapa kecilnya cahaya lilin pengetahuanku.
Aku mengajarkan mereka kuasa,
untuk berkehendak dan berbuat
tetapi sekarang barulah aku melihat
kelemahan demi kelemahanku.
Aku mengajarkan mereka untuk mengasihi
semua manusia dan semua ciptaan Tuhan
namun aku menyadari
bahwa kasihku masih jauh dari cukup.
Tuhan, jika aku harus tetap menjadi
pemandu bagi mereka
Oh, biarlah anak-anak kecil itu melihat
bahwa guru mereka bersandar erat-erat kepada Engkau.
Riung Mumpulung Guru Sekolah Minggu, 29 Juli 2007