Thursday, November 1, 2007

KEKRISTENAN DI TENGAH PELIKNYA MASALAH EKOLOGI (8)

KESIMPULAN

Di dalam Roma 8:19-23, sebuah misteri sedikit dibukakan oleh Paulus mengenai pengharapan yang berskala kosmik yaitu bagi seluruh ciptaan (animate and inanimate), bukan hanya untuk orang-orang percaya.[1] Seluruh ciptaan mendapat bagian di dalam penebusan anak-anak Allah. Dengan kata lain, seluruh ciptaan menerima pula penebusan yang Kristus kerjakan di atas kayu salib. Penebusan yang penuh pengharapan ini hanya akan terwujud secara sempurna ketika orang-orang percaya dimuliakan pada saat Tuhan Yesus datang kedua kalinya.

Penebusan yang bersifat kosmik ini dipersiapkan Allah ketika melihat Adam jatuh ke dalam dosa, yang membawa kepada kehancuran (Kej. 12-Why. 22). Kehancuran ini berdampak kepada seluruh ciptaan, dengan menarik seluruh ciptaan ke dalam keputusasaan dan kebinasaan. Seluruh ciptaan bersama-sama dengan orang percaya mengeluh dan menderita seperti ibu yang sakit bersalin. D. Martyn Lloyd-Jones menuliskan perhatiannya yang mendalam dengan berkata:

I wonder whether the phenomenon of the spring supplies us with a part answer. Nature every year, as it were, makes an effort to renew itself, to produce something permanent; it has come out of the death and the darkness of all that is so true of the winter. In the spring it seems to be trying to produce a perfect creation, to be going through some kind of birth-pangs year by year. But unfortunately it does not succeed, for spring leads only to summer, whereas summer leads to autumn, and autumn to winter. Poor old nature tries every year to defeat the “vanity,” the principle of death and decay and disintegration that is in it. But it cannot do so. It fails every time. It still goes on trying, as if it feels things should be different and better; but it never succeed. So it goes on “groaning and travailing in pain together until now.” It has been doing so for a very long time . . . but nature still repeats the effort annually.[2]

Dosa manusia tersebut membawa kehancuran yang terekapitulasi sampai kepada seluruh ciptaan, tanpa kecuali. Rekapitulasi dosa ini merupakan perwujudan solidaritas antara manusia dengan seluruh ciptaan. Namun demikian, seluruh ciptaan dapat menerima akibat dosa Adam—kesia-siaan dan kebinasaan—karena ada pribadi yang menaklukkannya. Seluruh ciptaan tidak dapat menaklukkan dirinya sendiri, berbeda dengan Adam yang dapat menjatuhkan pilihannya untuk melanggar perintah Tuhan. Allah yang menaklukkan seluruh ciptaan kepada kesia-siaan dan kebinasaan karena manusia yang jatuh ke dalam dosa.

Namun, Allah tidak tinggal diam melihat hasil ciptaan-Nya hancur dan menjadi milik Setan. Allah melalui rencana penebusan-Nya akan merebut kembali seluruh milik kepunyaan-Nya—kerajaan-Nya. Allah menggunakan salib Kristus untuk merekonsiliasi segala sesuatu kepada diri-Nya sendiri, baik itu segala sesuatu yang ada di bumi dan di sorga, sehingga segala sesuatu tersebut dapat bersama-sama di bawah satu kepala, yaitu Yesus (Ef. 1:9-10; Kol. 1:19-20). Dengan kata lain, kalau seluruh ciptaan menerima dampak dosa manusia sehingga membawa mereka kepada kesia-siaan dan kebinasaan, maka penebusan yang diperoleh oleh manusia pun membawa dampak bagi seluruh ciptaan, karena penantian pengharapan seluruh ciptaan bergantung kepada penebusan tubuh dari orang-orang percaya[3]. Michael E. Wittmer menjelaskan posisi manusia dengan mengatakan:

We humans are the bull’s-eye of God’s grace, the target of his redemption. But through salvation begins with us, the God who redeems us does not want us to keep redemption to ourselves. He wants us to share his grace with the rest of creation, redeeming society, the animal kingdom, and even the earth itself.

Kesia-siaan dan kebinasaan yang dialami oleh seluruh ciptaan dan manusia hanya sementara sifatnya karena ketika anak-anak Allah dimuliakan yaitu di dalam tubuh kebangkitan, penebusan yang sempurna akan terjadi. Sedangkan bagi seluruh ciptaan, mereka akan diubahkan menjadi langit dan bumi yang baru sebagai tempat yang layak bagi tubuh yang baru dari manusia. “Tubuh kebangkitan” dari seluruh ciptaan adalah keharmonisan dan keteraturan kembali sama seperti awal penciptaan, bahkan jauh lebih indah.

So, pelihara dah bumi ini! God bless!


[1]Cornelius Pantinga, Jr. berpendapat dunia ini tidak dibagi menjadi dua area yaitu area rohani dan sekuler, di mana penebusan hanya berlaku kepada area rohani. Dunia ini adalah utuh milik Allah, di mana dunia ini sudah jatuh dan perlu untuk ditebus—every last person, place, organization, and program; all “rocks and trees and skies and seas” (Engaging God’s World [Grand Rapids: Eerdmans, 2002] 96).
[2]Romans (Grand Rapids: Zondervan, 1980) 6.59-60.
[3]Kebergantungan seluruh ciptaan kepada pemuliaan orang percaya seharusnya tidak menjadi alasan bagi orang percaya untuk menggantikan ketuhanan Kristus atas seluruh ciptaan. Ketuhanan Kristus kepada seluruh ciptaan adalah bersifat langsung dan segera (direct and immediate), tidak perlu dimediasi oleh orang-orang percaya. Bolt berkata, “The consolation of believers, the confirmation of their sonship in the face of suffering, the certainty of their hope, all depends directly on Christ’s immediate lordship over the creation. The final glorious affirmation of Romans 8 that nothing in all creation can separate believers from God’s love in Christ depends fully on the immediate and direct lordship of Jesus Christ over creation, over the ‘principalities and powers’” (“The Relation” 45; penekanan oleh pengarang). Carl. F. H. Henry berkata, “God made the universe through him and for him, and God redeems the universe through him. . . . All the fulness of the Godhead has its permanent abode in him alone (Col. 1:19); it is not distributed among a host of mediators. The cosmos, disordered and alienated from God through the rebellion and persistent disobedience of man, is restored to its true harmony through the act of sacrifice by which Christ makes atonement for sin. Similarly, in 1 Timothy Paul emphasizes both that there is but one God—‘not a lower creator God and a higher savior God’ as the Gnostics taught—and but ‘one mediator between God and men, the man Christ Jesus, who gave himself a ransom of all’ (2:5-6)” (“God, Revelation and Authority: God Who Speaks and Shows [Wheaton: Crossway, 1979] 60).

No comments: