Tuesday, November 27, 2007

Mengejar kekudusan di pelabuhan kasih karunia Allah

Matius 22:36-39; Yakobus 2:8-10; Ibrani 12:14
Seringkali kita diajak untuk mengejar kekudusan sebagai orang-orang yang sudah mengenal Tuhan, bahkan di dalam Alkitab sendiri, ajakan ini merupakan suatu perintah yang jelas sekali. Di dalam Ibrani 12:14, kata kejar di dalam mengejar kekudusan memiliki makna yang sangat kuat sekali, arti kata mengejar ini sama seperti keinginan yang kuat sekali untuk menganiaya, mencelakakan bahkan membinasakan (seperti kalau kita yang berani sama tikus akan mengejar tikus sampai dapat dan dipukul sama sapu sampai mati). Dengan kata lain, usaha mengejar kekudusan adalah satu usaha yang sangat dahsyat. Kejarlah kekudusan dengan seluruh upaya, tenaga dan usahamu!
Karena mengejar kekudusan suatu perintah, maka sudah menjadi suatu keharusan untuk selalu hidup dalam kekudusan. Tidak ada kompromi dengan dosa lagi melainkan harus yang ada di dalam pikiran dan hati untuk hidup kudus. Dengan demikian, usaha mengejar kekudusan harus dilakukan terus menerus, tidak boleh ada kemalasan, acuh tak acuh, atau komitmen setengah hati. Dengan kata lain, selalu dan selalu terus rindu mengikuti Tuhan!
Namun masalahnya adalah seringkali kita melakukan pengejaran kekudusan ini dengan kekuatan diri sendiri. Kita merasa mampu melakukannya sendiri. Namun seberapa mampu kita mengejar kekudusan? Seberapa kuat kita dapat berusaha? Seberapa lama kita dapat bertahan?Ketika orang-orang Farisi bertanya kepada Tuhan, “Guru, hukum mana yang terutama?” Dengan kata lain, “Guru, bagaimana kami dapat dikatakan kudus?” Tuhan berkata, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Totalitas hidupmu selalu untukku! Tidak boleh ada satu pun pelanggaran. Yakobus 2:10 berkata, “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.”
Kalau jawaban Yesus menjadi patokan bagi kekudusan kita, maka apakah kita sudah mampu mencapainya? Dan kalau kita tidak akan mampu mencapainya, apakah Yesus akan meringankan syaratnya? Kita tahu bahwa Yesus justru berkata di dalam Matius 5:48, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”Karena itu kalau bpk/ibu dan sdr2 serius di dalam mengejar kekudusan, maka seringkali kita akan stres, frustasi, merasa tidak layak, rasa bersalah, kecewa, dan putus asa ketika kita jatuh lagi dan jatuh lagi dalam dosa. Memang perasaan-perasaan ini bisa membantu kita untuk bangkit lagi namun percaya atau tidak, biasanya hanya bersifat sementara. Ada banyak orang Kristen yang tertekan dengan kebiasaan2 buruk yang sulit sekali dihilangkan. Pikiran2 lama yang kotor atau penuh kebencian/dendam yang sulit sekali dilupakan. Kalau sudah demikian, bagaimana kita seharusnya mengejar kekudusan? Apakah kita mampu mengikuti Yesus yang sempurna itu?
Mampu! Tapi bukan dengan usaha kita sendiri. Bpk/ibu dan sdr2 yang dikasihi Tuhan, mengejar kekudusan memang adalah suatu usaha manusia yang dituntut oleh Allah, namun usaha kita akan menemui halangan, frustasi dan putus asa kalau kita tidak berlabuh di dalam kasih karunia Tuhan. Kita tidak akan mampu mengejar kekudusan dengan usaha/kinerja kita semata. Penghayatan akan kasih Kristus di dalam hidup kita akan memotivasi kita seumur hidup!Kita harus ingat dan percaya bahwa ketika kita percaya kepada Tuhan dan tinggal di dalam Tuhan, maka firman Tuhan katakan di dalam Roma 8:1, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” Darah Kristus dia atas kayu salib sudah membuat kita sempurna di mata Allah. Yesus sudah menjadi wakil kita yang sempurna di hadapan Bapa di Sorga (berita sepanjang kitab Ibrani). Jadi, ketika dikatakan, sempurnalah kamu seperti Bapamu yang di Sorga adalah sempurna, maka kita sebenarnya yang ada di dalam Tuhan sudah sempurna (kita seperti seorang pelari yang berlari di sebuah gelanggang olahraga. Kita berlari bukan untuk mendapatkan kemenangan, tetapi kita berlari untuk menggenapkan kemenangan).
Jadi, ketika kita jatuh ke dalam dosa dan kita minta ampun kepada Tuhan dengan sungguh2, kita pasti akan mendapatkan pengampunan tersebut. Tidak heran Paulus berkata di dalam Roma 5:20-21, “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.”
Tetapi mungkin bpk/ibu dan sdr2 bertanya, kalau begitu enak yah jadi orang Kristen. Kita berbuat dosa saja sebanyak-banyaknya, toh ketika kita minta ampun sama Tuhan, Tuhan pasti ampuni kita. Atau dengan kata lain, ngapain susah2 kejar kekudusan, kalau toh Tuhan pasti mengampuni kita.
Pemahaman ini sebenarnya sudah diantisipasi Paulus ketika dia mengungkapkan Roma 5:20-21. Paulus mencegah orang-orang memandang rendah kasih karunia Allah. Karena itu dia berkata dalam Roma 6:1-4, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.”
Lalu diulang lagi oleh Paulus agar pemahaman ini jelas di ayat 15-16, “Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak! Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran?” (bdk. Gal 5:13, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih”).
Jadi, tidak mungkin orang yang sudah ada di dalam kasih karunia Tuhan akan senang dengan kubangan dosa, menikmati dosa itu bahkan merancangkan dosa di dalam hidupnya. Tidak mungkin orang yang sudah ada di dalam kasih karunia Tuhan tidak menyiapkan strategi/strategi atau usaha-usaha untuk melawan dosa/kebiasaannya yang buruk. Tentu ada dorongan yang kuat untuk melawan dosa dan membuang kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Pergumulan melawan kedagingan adalah pergumulan seumur hidup, namun kita dapat mengecilkan pengaruh dosa/kedagingan tersebut dengan pertolongan kasih karunia Tuhan yang dikerjakan Roh Kudus di dalam hidup kita.
Mari kita selalu berlabuh di dalam kasih karunia Tuhan dengan menghayati pengorbanan Yesus di atas kayu salib! Penghayatan akan anugerah Tuhan di dalam hidup kita akan membuat kita kembali bangkit dari kejatuhan kita karena Tuhan sudah mengampuni dosa kita. Penghayatan akan anugerah Tuhan juga akan mencegah kesombongan diri kita karena kita tahu bahwa ketika kita bisa menjaga kekudusan, itu semua semata karena Roh Kudus yang bekerja di dalam diri kita.
Kita rindu untuk hidup kudus karena kasih kita kepada Tuhan, bukan lagi karena takut dihukum. Saudara mau hidup kudus dengan selalu merendahkan diri di hadapan Tuhan?

No comments: