Monday, April 14, 2008

KANON (3)

KRITERIA PENGUJIAN

Karena itu mengenali suatu kitab sebagai tulisan yang kanonikal berarti mengenali asal usul kitab yang bersangkutan secara ketat sebagai kitab yang berotoritas, yang diinspirasikan. Untuk itu ada beberapa cirri yang perlu diperhatikan di dalam mengenali kitab-kitab kanonikal tersebut.

Pendekatan Secara Negatif (Negative Approach)[1]
1. Kriteria pertama adalah bukan karena sebuah kitab berusia tua (kuno) yang dikenali sebagai kanon. Pada waktu itu terdapat cukup banyak kitab kuno, bahkan lebih kuno dari kanon yang ada, tetapi tidak termasuk kanon, seperti misalnya kitab “peperangan Tuhan” (Bil. 21:14), Kitab Orang Jujur (Kitab Yasar, Yos. 10:13). Selain itu ada kitab-kitab yang ternyata usianya tidak terlalu tua, tetapi justru termasuk kanon, seperti misalnya tulisan Musa yang ditulis ketika ia masih hidup, sudah diterima dan diakui sebagai kanon (Ul. 31:24-26). Daniel, seorang nabi yang sezaman dengan Yeremia, mengakui tulisan Yeremia sebagai tulisan yang berotoritas atau kanonikal (bdk. Dan. 9:2). Jadi usia kitab tidak menentukan dan tidak menjadi factor pengenal yang baik/tepat atas kitab kanonikal.

2. Kriteria berikutnya bukan karena sebuah kitab yang berbahasa Ibrani yang dikenali sebagai kanon. Seperti halnya argument di atas, ada kitab/tulisan yang lain yang juga berbahasa Ibrani, tetapi tidak termasuk kanon, misalnya kitab-kitab Ecclesiasticus dan Apokrifa. Sebaliknya, justru ada bagian kitab PL yang tidak menggunakan bahasa Ibrani, melainkan Aramaik, tetapi termasuk kanon (Dan. 2:4b-7:28; Ez. 4:8-6:18; 7:12-26).

3. Kriteria selanjutnya yang dikatakan “tidak bertentangan dengan hokum Taurat” juga tidak merupakan penguji yang akurat. Hal ini dikarenakan pada umumnya orang-orang Yahudi yang saleh bila menulis kitab-kitab, khususnya yang bersifat religious, selalu bersesuaian dengan kitab Taurat, yang dihormati dan dijunjung tinggi oleh kaum Yahudi sebagai standar utama dari semua doktrin dan pengajaran serta kehidupan etis mereka (lih. Mis. Talmud dan Midrash; karangan Iddo, pelihat raja; 2Taw. 12:15).
Untuk kanon PB, criteria “yang dikarang oleh Paulus” juga tidak berarti semua surat/tulisan Paulus termasuk kanon, karena ternyata ada surat-surat Paulus yang tidak termasuk kanon (surat Laodikia, Kol. 4:16; surat Korintus yang hilang [1Kor. 5:9]).

4. Kriteria “yang bernilai dan bersifat religious” juga tidak merupakan penguji yang tepat. Hal ini pun tidak dapat dijadikan patokan karena pada waktu itu (zaman Alkitab) ternyata sudah ada literature agama yang tidak sedikit, namun tidak termasuk kanon karena umat Allah tidak mengenali adanya otoritas di dalamnya (misalnya, kitab-kitab Apokrifa dan Ecclesiasticus; bdk. Yohanes dan Lukas yang menyaksikan adanya literature agama pada zaman mereka; Yoh. 21:25; Luk. 1:1-4).

Pendekatan secara positif:[2]
1. Kriteria yang benar yang perlu dijadikan ukuran adalah: Apakah kitab/tulisan tersebut berotoritas ilahi?
Apakah yang dikatakan dalam kitab itu mempunyai bobot otoritas Allah? (bandingkan kutipan Yesus atas Yesaya dalam Markus 1:22; orang-orang yang mendengar, melihat dan mengenali adanya otoritas di dalam perkataan/pembacaan Tuhan Yesus atas bagian PL itu.) Kitab Kanonikal memiliki penunjuk diri yang jelas dan biasanya ada dalam bentuk pengkalimatan: “Maka berfirmanlah Allah . . .; Maka Allah berkata kepada . . .; Firman Allah pun sampai kepada . . .”
Paulus dengan tegas dan berani mengklaim bahwa tulisannya bukanlah karena keinginan/maksud manusia, melainkan karena Yesus. Ia menekankan otoritas yang ada di dalam tulisannya itu (Gal. 1:1, 12).

2. Kriteria benar berikutnya adalah: Apakah kitab itu bersifat prophetic/apostolic?
Firman yang diinspirasikan Allah dalam Roh-Nya terjadi melalui orang-orang pilihan Allah yang sudah dipersiapkan-Nya. Tidak sembarang orang/umat yang menuliskan wahyu khusus Allah itu (2Ptr. 1:20-21; Ibr. 1:1).

Catatan:
· Tulisan yang kemudian juga diajarkan oleh rasul[3] Palsu ditolak oleh otoritas rasuli Paulus (Gal. 1:6-7; 2:4).
· Kadang Alkitab memang mencatat ucapan, kritikan, nubuat yang dikeluarkan oleh orang yang diragukan kenabiannya, atau bahkan dari luar umat Allah, misalnya nubuat Bileam (Bil. 24:17); kutipan dari orang kafir atau sasta Yunani (Yoh. 11:49-50; Kis. 17:28; 1Kor. 15:33; Tit. 1:12). Untuk ini perlu dipahami bahwa semua itu tetap dicatat oleh para penulis ke dalam kanon, dan ini tentunya terjadi di bawah control Roh Kudus serta dapat dipertanggungjawabkan argumentasinya.
· Tulisan asli dari men of God itulah yang diterima, jika tidak, maka ditolak. Misalnya, dalam 2 Tesalonika 2:2-3, ada tulisan yang seolah-olah ditulis men of God, tetapi ternyata bukan. Tulisan Koheleth tentang riwayat Salomo yang juga ditolak. Di sini kita dapat melihat bahwa Roh yang menginspirasikan adalah juga Roh yang menolong umat Allah untuk mengenali karya asli dari men of God yang mendapat inspirasi, sehingga manipulasi dan kekeliruan yang mungkin dibuat manusia dapat terhindarkan.

3. Kriteria benar selanjutnya mengacu ukuran: Apakah kitab itu otentik/orisinil?
Pertanyaannya di sini adalah: Apakah kitab itu mengatakan hal yang benar tentang Allah, manusia dan lain-lain, sehingga terdapat persesuaian atau keselrasan dengan kanon yang terdahulu? Kuncinya adalah sebuah kitab tidak boleh memiliki kontradiksi dengan kebenaran yang standar secara keseluruhan. Itulah sebabnya kita lihat misalnya:
§ Kisah Para Rasul 17:11, orang Kristen Berea menguji penalaran Paulus apakah memang itu sesuai dengan kitab suci (PL) yang waktu itu sudah mereka miliki.
§ Penolakan terhadap kitab Apokrifa karena ada hal yang kurang logis, tidak konsekuen dengan apa yang sebenarnya, baik dalam hal lokasi geografis, moral, Allah, dan lain-lain.
Pada prinsipnya, firman Allah yang diinspirasikan itu tentunya haruslah logis dan konsekuen dengan kebenaran Allah sendiri.

4. Kriteria benar lainnya adalah: Adakah suatu kuasa yang dinamis di dalamnya?
Yang dimaksud ialah kuasa yang hidup dan aktif di dalam tulisan itu (bdk. Ibr. 4:12), sehingga memiliki suatu daya gerak/mobilisasi yang mendorong manusia untuk berbuat/melakukannya, untuk pengajaran, penginjilan (2Tim. 3:16). Bagi mereka yang menaati berita kanon itu sungguh melihat serta mengalami perubahan atau pembaharuan di dalam hidupnya.

5. Kriteria benar lainnya adalah: Apakah kitab itu secara umum diterima umat Allah?
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, pengenalan kanon PB adalah melalui suatu jangka waktu dan itu menunjukkan bahwa hal diterimanya kitab-kitab kanonikal itu merupakan suatu kesaksian tersendiri dari siding-sidang gereja, melainkan merupakan suatu kesaksian bersama atas suatu fakta bahwa semua kanon itu sudah diterima oleh bapa-bapa gereja terdahulu.[4]

[1]Ibid. 130-132.
[2]Ibid. 138-143.
[3]Kualifikasi Rasul:
1. Rasul adalah seorang yang telah melihat Tuhan Yesus setelah kebangkitan dengan mata kepalanya sendiri (Kis. 1:2-3, 22; 4:33).
2. Rasul adalah seorang yang secara khusus diutus oleh Tuhan Yesus, dengan demikian Paulus di jalan menuju Damsyik melalui wahyu diutus oleh Kristus termasuk di dalamnya (Kis. 26:15-18; 1Kor. 9:1; 15:7-9).
3. Rasul diutus dengan tugas khusus yaitu untuk melakukan penginjilan (Mat. 10:1-7), menjadi saksi (Kis. 1:8), dan mengajar.
[4]Bagaimana halnya dengan kasus seperti kitab-kitab Wahyu, 2 Petrus, Ester, Yudas, yang pada mulanya mengalami pertentangan yang besar untuk dapat diterima sebagai bagian dari kanon? Untuk ini ada beberapa prinsip yang perlu kita pegang: Pertama, Roh Kudus yang menginspirasikan akan menerangi umat Allah untuk mengenali karya-Nya. Kedua, umat Allah yang terdahulu, yang sezaman merekalah yang umumnya lebih dulu mengenali (kitab Musa oleh Yosua; surat Paulus oleh rasul Petrus). Keragu-raguan baru timbul kemudian dari beberapa/sekelompok kecil orang Kristen dengan alasan masing-masing. Ketiga, pada akhir penggalan sejarah ternyata terjadi penerimaan universal terhadap kitab-kitab kanonikal tersebut walaupun melalui waktu yang bertahap.

No comments: