Thursday, April 10, 2008

Ringkasan Buku Doktrin yang Sulit Mengenai Kasih Allah (4)

KASIH ALLAH DAN MURKA ALLAH
A. Kasih Allah dan murka Allah
Jika Impasibilitas didefinisikan sebagai ketiadaan “perasaan-perasaan” secara total, maka anda tidak hanya mengabaikan bukti-bukti alkitabiah, tetapi anda juga akan jatuh ke dalam kesalahan-kesalahan yang berhubungan dengan kekudusan Allah. Alasannya, kekudusan Allah berkaitan dengan murka Allah (perasaan). Akibat dari mengabaikan murka Allah adalah mengurangi kekudusan Allah. Allah memiliki afeksi yang kuat akan murka-Nya akan dosa, sehingga gagasan yang keliru akan impasibilitas Allah akan segera melawan kekudusan Allah sendiri. Jika demikian, bagaimana seharusnya kasih Allah dan murka Allah dipahami dan dihubungkan satu sama lainnya?

Satu gagasan klise dari kaum Injili mengatakan bahwa Allah membenci dosa tetapi mengasihi orang berdosa. Memang kelihatannya benar, tetapi kita tidak dapat pungkiri bahwa empat belas kali dalam lima puluh Mazmur pertama dikatakan Allah membenci para pendosa (bdk. Yoh. 3:36). Tetapi Allah bukanlah murka yang buta dan tidak dapat ditenangkan. Betapapun emosionalnya murka Allah, murka itu sepenuhnya merupakan respons yang beralasan dan dikehendaki terhadap pelanggaran-pelanggaran yang melawan kekudusan-Nya. Allah dalam kesempurnaan-Nya harus murka terhadap para penyandang gambar-Nya yang memberontak, karena mereka telah menyakiti hati-Nya; Allah dalam kesempurnaan-Nya harus mengasihi para penyandang gambar-Nya yang memberontak, karena Dia adalah Allah yang mengasihi. Apakah anda ingin melihat kasih Allah? Lihatlah Salib! Apakah anda ingin melihat murka Allah? Lihatlah Salib!

Tetapi hal ini akan membawa kita kepada gagasan keliru yang kedua yaitu Allah digambarkan sebagai musuh kita yang tidak dapat didamaikan dan penuh murka, tetapi ditenangkan oleh Yesus, yang mengasihi kita (berdasarkan surat Ibrani). Namun, kita harus melihat bagian lain yang dengan jelas menunjukkan betapa Allah sendiri yang mengutus Anak-Nya (Yoh. 3:16). Dia tidak segan mengirim Anak-Nya. Sang Bapa yang penuh murka yang adil terhadap kita, tetap begitu mengasihi kita sehingga Dia mengutus Anak-Nya. Sang Anak, yang dengan sempurna mencerminkan perkataan dan perbuatan Bapa-Nya, berdiri di hadapan kita dalam murka—murka Allah. Allah sudah menjadi subjek dan objek propisiasi. Dia yang menjadi korban (subjek), dan Dia sendiri menerima korban propisiasi itu (objek) (Rm. 3:21-26). Inilah kemuliaan salib!

B. Kasih Allah dan tujuan penebusan (Atonement)
Konsep penebusan terbatas menurut Carson sangat tidak menguntungkan karena bersifat defensif dan bisa menyesatkan. Alasannya adalah ada bagian-bagian dari firman Tuhan pula yang mengemukakan betapa Allah mengasihi dunia ini. Tetapi Carson juga tidak menutup mata terhadap penebusan Allah bagi umat-Nya (berdasarkan bagian firman Tuhan lainnya). Karena itu, Carson melihat bahwa penebusan itu cukup untuk semua orang dan efektif bagi umat pilihan. Berdasarkan 1 Yohanes 2:2, ia menyatakan bahwa Rasul Yohanes sebenarnya memaksudkan penebusan Kristus memiliki makna “secara potensial untuk semua orang tanpa pembedaan” daripada “secara efektif untuk semua orang tanpa pengecualian.” Hal ini mengingat konteks sejarah waktu itu di mana Rasul Yohanes sedang menghadapi kaum Protognostik yang memiliki pemikiran bahwa mereka sendiri adalah kelompok elit ontologis yang menikmati hubungan khusus dengan Allah karena pemahaman khusus yang telah mereka terima.

Karena itu untuk menjembatani pemahaman Calvinis dan Arminian, Carson menyatakan bahwa Kristus mati untuk semua orang, dalam pengertian bahwa kematian Kristus cukup untuk semua orang dan bahwa Kitab Suci menggambarkan Allah sebagai Allah yang mengundang, memerintahkan, dan menginginkan keselamatan semua orang semata-mata karena kasih (dalam pengertian ketiga yang dikembangkan pada bab awal). Selain itu, semua orang Kristen juga harus mengakui bahwa, dalam pengertian yang berbeda, Yesus Kristus, menurut tujuan Allah, mati secara efektif hanya untuk umat pilihan-Nya semata, sesuai dengan cara yang digunakan Alkitab dalam membicarakan mengenai kasih Allah yang khusus dan selektif kepada umat pilihan-Nya (dalam pengertian keempat yang dikembangkan di bab awal).

Carson memberikan implikasi pastoral dari topik ini yaitu:
1. Setiap pengkhotbah (dalam konteks bukunya ini, pengkhotbah muda Reformed) harus berani memberitakan dan menyatakan kepada orang yang tidak percaya bahwa “Tuhan mengasihi mereka” (ungkapan ini tidak hanya berlaku kepada orang yang sudah percaya).
2. Memelihara konsep penebusan khusus (Carson menghindari pemakaian kata “terbatas”) dapat mencegah manusia memegahkan diri. Anugerah keselamatan semata-mata berasal dari Allah, bukan keputusan manusia.

C. Kasih Allah kepada dunia ini
Kasih Allah kepada dunia ini patut dipuji karena memanifestasikan pengorbanan diri yang mengagumkan; sedangkan kasih kita kepada dunia ini menjijikkan ketika kasih tersebut bernafsu untuk ikut dalam kejahatan. Kasih Allah kepada dunia ini pantas mendapat pujian karena kasih tersebut membawa Injil untuk mentransformasi dunia; sedangkan kasih kita kepada dunia ini buruk karena kita berusaha untuk serupa dengan dunia.

D. Kasih Allah dan umat Allah
Carson memberikan tiga renungan singkat:
1. Kita tidak boleh lupa untuk bertanggung jawab memelihara diri kita dalam kasih Allah (Yud. 21), mengingat bahwa Allah itu mengasihi dan berbelas kasihan kepada mereka yang mengasihi-Nya dan yang berpegang pada perintah-perintah-Nya (Kel. 20:6).
2. Kasih Allah harus diterima, diserap, dan dirasakan. Sesering mungkin renungkan doa Paulus dalam Efesus 3:14-21. Paulus menghubungkan pengalaman orang Kristen akan kasih Allah itu dengan kedewasaan Kristen (3:19). Sangatlah sulit untuk dipahami apabila seseorang dapat menjadi seorang Kristen yang dewasa tetapi tidak berjalan dalam jalan ini.
3. Jangan sekali-kali meremehkan kuasa kasih Allah untuk meluluhkan dan mentransformasi individu-individu yang paling keras sekalipun. Tentu Tuhan memakai kita menjadi alat-Nya. Karena kasih Allah mentransformasi kita sehingga kita memerantainya juga kepada orang lain. Kita mengasihi karena Dia telah terlebih dahulu mengasihi kita, kita mengampuni karena kita telah diampuni.

The Clue: Dosa yang terutama dan pertama adalah tidak mengasihi Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi. Untuk hal ini tidak ada cara untuk memperbaikinya, selain apa yang telah Allah sendiri berikan—yaitu di dalam kasih.

No comments: