Tuesday, April 8, 2008

Ringkasan Buku Doktrin yang Sulit Mengenai Kasih Allah (3)

KASIH ALLAH DAN KEDAULATAN ALLAH

A. Elemen afektif dalam kasih Allah
Allah memiliki elemen afektif seperti yang ditunjukkan-Nya di dalam Hosea 11. Tetapi ketika Ia berkata bahwa hati-Nya berbalik dalam diri-Nya, belas kasihan-Nya bangkit serentak, bukan berarti bahwa Dia telah berubah pikiran, sebaliknya, ini berarti bahwa ancaman jangka panjang dari hukuman yang permanen pasti dikesampingkan. Dengan kata lain, secara praktis, kita harus membatasi pikiran kita terhadap elemen afektif Allah yang terkesan Allah berubah-ubah dan dapat hanyut menurut perasaan manusia. Kasih Allah jauh lebih kaya daripada kasih kita.

B. Kedaulatan dan transendensi Allah
Kedaulatan Allah tidaklah bersifat fatalisme. Alur sentral dari tradisi Kristen tidak mengorbankan kedaulatan Allah yang mutlak dan juga tidak mengurangi tanggung jawab para penyandang gambar-Nya. Ini namanya kompatibilisme. Artinya, kedaulatan Allah yang tidak bersyarat dan tanggung jawab manusia dapat saling kompatibel. Beberapa bukti yang Carson berikan adalah: Saudara Yusuf bekerja, Allah juga bekerja, tetapi beda motivasi (Kej. 50:19-20). Asyur merasa diri kuat padahal Asyur hanya alat di tangan Tuhan (Yes. 10:5 dst.). Ada konspirasi jahat yang mengikutsertakan Herodes, Pilatus, para penguasa non Yahudi, dan para pemimpin Yahudi; tetapi mereka melaksanakan segala sesuatu yang telah Allah tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak Allah (Kis. 4:23-29). Dan terakhir, lihatlah kepada penyaliban Kristus?

Carson sangat berhati-hati sekali mengemukakan konsep ini agar tidak terjebak ke dalam pemahaman open theism. Ketika berbicara imutabilitas Allah (ketidakberubahan-Nya), Dia tidak berubah dalam keberadaan-Nya, tujuan-tujuan-Nya, dan kesempurnaan-Nya. Tetapi ini tidak berarti bahwa Dia tidak dapat berinteraksi dengan para penyandang gambar-Nya di dalam waktu mereka. Tujuan Allah sejak kekekalan adalah mengutus Anak-Nya, tetapi pada saat yang telah ditetapkan dalam kontinum waktu-ruang kita, Sang Anak berinkarnasi.

Yang perlu kita saluti dari konsep Carson adalah ia tetap memegang teguh akan kedaulatan Allah atas segala sesuatu, dan tujuan-tujuan-Nya baik. Manusia kadang melakukan hal-hal yang baik, yang didorong oleh anugerah Allah, dan Dia memperoleh penghargaan; kita seringkali melakukan hal-hal yang jahat, dan meskipun kita tidak pernah bisa lari dari kedaulatan Allah, kita sendirilah yang harus bertanggung jawab dan harus disalahkan. Great statement! Transendensi Allah yang berdaulat dan kepribadian-Nya terdapat di dalam Alkitab. Kedua-duanya adalah aspek-aspek terberi (given). Jangan coba-coba angkat kedua hal ini ketika berbicara tentang Allah. Hasilnya Open Theism! Dan Carson jelas menolak dengan tegas konsep ini!

C. Impasibilitas (bebas dari perasaan dan penderitaan) yang dibatasi dengan tepat
Impasibilitas yang tepat adalah ketika melihat seluruh emosi Allah, termasuk kasih-Nya–dalam semua aspeknya—tidak dapat dipisahkan dari pengetahuan Allah, kuasa Allah, dan kehendak Allah. Jika Allah mengasihi, itu karena Dia memilih untuk mengasihi; jika Dia menderita, itu karena Dia memilih untuk menderita. Perasaan-perasaan Alah tidak seperti perasaan kita yang secara tiba-tiba meluap keluar kendali, tetapi perasaan Allah seperti segala sesuatu lainnya dalam Allah, ditunjukkan bersama-sama dengan kepenuhan dari seluruh kesempurnaan-Nya yang lain. Allah tidak “jatuh cinta” dengan umat pilihan-Nya, Dia tidak “jatuh cinta” dengan kita; Dia memberikan afeksi-Nya kepada kita. Dia tidak mempredestinasikan kita karena ingin membuat lelucon; sebaliknya, dalam kasih Dia menentukan kita dari semula untuk menjadi anak-anak-Nya (Ef. 1:4-5).

Kesimpulan:
(1) Allah menyatakan kasih ini bersama-sama dengan seluruh kesempurnaan-Nya yang lain, tetapi ini tidak menjadikan kasih-Nya kalah dari semuanya itu.
(2) Kasih-Nya berasal dari karakter-Nya sendiri; tidak tergantung kepada keindahan orang-orang yang dikasihi yang berada di luar diri-Nya sendiri. Karena itulah kita seharusnya mengasihi orang bukan karena apa yang ada di dalam diri orang tersebut, melainkan karena kita sudah diubahkan oleh Injil, kasih kita seharusnya berasal dari diri kita sendiri, bukan didapat dari keindahan orang-orang yang dikasihi. Karena itulah cara Allah. Dia mengasihi karena kasih merupakan salah satu kesempurnaan-Nya, dalam harmoni yang sempurna dengan semua kesempurnaan-Nya yang lain.

“Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” (1Yoh. 4:10)

No comments: