Wednesday, October 31, 2007

KEKRISTENAN DI TENGAH PELIKNYA MASALAH EKOLOGI (5)

Eksposisi Roma 8:19-23
There is not a square inch in the whole domain of our human existence over which Christ, who is Sovereign over all, does not cry: ‘Mine!’
(Abraham Kuyper)

Ayat 19
Subjek dari penantian akan kemuliaan jelas mengacu kepada kata “seluruh makhluk/ciptaan.” Masalahnya, kata ini terus diperdebatkan sejak masa bapak gereja Agustinus sampai sekarang. Perdebatan yang diperbincangkan adalah, apakah ciptaan di sini dimengerti dalam arti luas—Paulus memaksudkannya dengan seluruh isi alam semesta yang didukung dengan kata pasa pada (segala makhluk; ay. 22)—atau dalam arti yang terbatas?[1]

Kalau melihat konteks di dalam perikop ini, maka pengertian ciptaan harus dipahami dalam arti yang terbatas. Di dalam Roma 8:19, 21, dan 23, kata “seluruh makhluk” dan “anak-anak Allah” jelas terpisah, sehingga pendapat bahwa manusia—khususnya orang percaya (believers)—termasuk ke dalam kata “seluruh makhluk,” tidak tepat. Demikian juga tidak tepat dengan mengartikan ciptaan ini dengan orang yang tidak percaya (unbelievers), karena sulit untuk dipahami bahwa orang yang tidak percaya menantikan kemuliaan yang akan datang. Lebih jelas lagi, pada ayat 20 dikatakan, “. . . bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia . . . ,” menunjukkan bahwa “makhluk” di sini tidak memiliki kehendak atau pilihan untuk takluk kepada kesia-siaan, melainkan ada pribadi yang menjatuhkan pilihan atau kehendak bagi mereka—dalam hal ini adalah Allah.[2] Sedangkan Adam yang merupakan wakil dari seluruh ciptaan, memiliki pilihan atau kehendak untuk jatuh ke dalam kesia-siaan dan kebinasaan, ketika Adam memilih untuk makan buah pengetahuan yang baik dan jahat itu. Jadi, manusia tidak termasuk ke dalam arti kata ciptaan pada bagian ini. Selain itu, malaikat pun tidak termasuk ke dalam kata ciptaan di sini, karena malaikat tidak ditaklukkan kepada kebinasaan, baik oleh dosa manusia atau perbuatan mereka sendiri.

Pembahasan di atas melapangkan kemungkinan yang paling benar yang dapat masuk ke dalam referensi kata ini yaitu seluruh ciptaan (tidak hanya pengertian “makhluk” seperti yang dipakai LAI), baik bergerak (animate) atau tidak bergerak (inanimate); kata lain yang dipakai adalah subhuman nature, nonhuman creation atau natural world. Ciptaan ini dipersonifikasikan di dalam Roma 8:19-23 seperti yang dicatat di dalam PL, di mana selalu digambarkan memiliki emosi, intelektual, dan kehendak. Namun, meskipun ciptaan pada Roma 8:19-23 dipersonifikasikan, penderitaan yang dialami akibat dosa manusia tidak boleh didemitologisasikan atau diantropologisasikan. Penderitaan sekarang yang dialami oleh seluruh ciptaan adalah nyata dan Allah akan membawa penderitaan mereka kepada kesudahannya, ketika Kristus datang kedua kali dan menyempurnakan penebusan anak-anak Allah. Sebagai ciptaan yang pada mulanya memiliki relasi dengan manusia, mahkota ciptaan Allah (Kej. 1:26-30; 2:19), maka pemulihan ciptaan menantikan pemulihan manusia sebagai gambar dan rupa Allah.

Ayat 20
Latarbelakang dari Roma 8:20-22 adalah Kejadian 3:17-19, di mana menggambarkan kutukan kepada tanah dikarenakan dosa asal manusia.[3] Jika di dalam Roma 5:12-19, Paulus menjelaskan kejatuhan Adam yang membawa dosa dan kematian bagi umat manusia, maka di dalam Roma 8:20-22 ini Paulus melanjutkan dampak kejatuhan tersebut di dalam diri seluruh ciptaan. Hahne menegaskan bahwa, “The fall of Adam had cosmic consequences.”[4] Ada solidaritas antara manusia dengan seluruh ciptaan berkenaan dengan masalah dosa. Cranfield menolong menggambarkan solidaritas ini dengan mengatakan:
What sense is there in saying that ‘subhuman creation—the Jungfrau, for example, or the Matterhorn, or the planet Venus—suffers frustration by being prevented from properly fulfilling the purpose of its existence? The answer must surely be that the whole magnificent theatre of the universe, together with all its splendid properties and all the varied chorus of subhuman life, created for God’s glory, is cheated of its true fulfilment so long as man, the chief actor in the great drama of God’s praise, fails to contribute his rational part . . . just as all the other players in a concerto would be frustrated of their purpose if the soloist were to fail to play his part.[5]

Dampak yang ditimbulkan oleh manusia ini memberikan perbedaan yang sangat mendasar antara manusia dengan ciptaan yang lain, yaitu seluruh ciptaan ditaklukkan ke dalam kesia-siaan tersebut, bukan oleh kehendaknya sendiri. Kata “bukan oleh kehendaknya sendiri” jelas sekali menunjuk kepada seluruh ciptaan di mana ciptaan tidak bersukacita atas kejatuhan Adam, melainkan membuatnya merana karena membawanya ke dalam kesia-siaan. Masalahnya, apakah Adam—dosanya membawa kematian dan kebinasaan bagi dunia (bdk. Rm. 5:12)—yang menaklukkan seluruh ciptaan ke dalam kesia-siaan, ataukah ini merupakan pekerjaan Allah?

Seperti sudah disinggung di penjabaran ayat 19 di atas, bahwa kata “yang menaklukkan” memiliki implikasi otoritas, di mana Adam sudah kehilangan otoritas karena dosa yang diperbuatnya. Menaklukkan seluruh ciptaan ini dikonotasikan mengontrol dunia di mana Adam sudah kehilangan kontrol itu akibat dosanya—demikian juga dengan setan, apapun perannya di dalam proses kejatuhan manusia. Jadi, bukan Adam yang menaklukkan ciptaan ke dalam kesia-siaan. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan kata “dalam pengharapan” yang menunjukkan bahwa siapapun yang menaklukkan ciptaan ke dalam kesia-siaan maka dia pula yang akan membawa seluruh ciptaan ke dalam pengharapan—hal yang tidak mungkin dilakukan oleh Adam dan setan. Karena itu, satu-satunya yang memiliki otoritas dan dapat membawa seluruh ciptaan kepada pengharapan adalah hanya Tuhan. Tuhan sendiri yang memiliki hak dan kuasa untuk menghukum seluruh ciptaan ke dalam kesia-siaan karena dosa manusia.

Namun permasalahan yang timbul adalah pada kata depan dia. ditambah akusatif, pengertiannya mengarah kepada seseorang, yang bukan sebagai pelaku (agency) dari penaklukkan—seperti yang Tuhan kerjakan—melainkan penyebab penaklukkan itu, yang mengacu kepada Adam[6] (Mzm. 8:7; bdk. 1Kor. 15:27; Ef. 1:22; Flp. 3:21; Ibr. 2:5-8; 1Ptr. 3:22). Tetapi melihat kepada konteks ayat ini, kata depan dia. ditambah akusatif harus direferensikan kepada kegagalan Adam (on account of Adam’s transgression), bukan kepada fungsi yang Allah berikan kepadanya, atau frasa ini akan kelihatan lebih kompleks (on account of him to whom all things were subjected). Moo memberikan alasan yang lebih baik dengan melihat alasan Paulus memilih kata depan dia. ditambah akusatif untuk menampilkan ketetapan Allah (God’s decree) sebagai penyebab dari penaklukkan tersebut.[7]

Jadi, ciptaan telah ditaklukkan oleh Allah—Hakim dan Penyelamat yang agung—sebagai akibat dari kejatuhan manusia. Namun penaklukkan ini hendaknya tidak dipandang sebagai hukuman akhir yang tidak dapat dipulihkan lagi, sebaliknya, ada keyakinan yang teguh akan janji Allah bagi pemulihan seluruh ciptaan, tanpa terkecuali.

[1]Witherington III memberikan delapan kemungkinan yang dapat dimaksud dengan ciptaan pada bagian ini, yaitu: all humanity, unbelieving humanity alone, believing humanity alone, angels alone, subhuman nature (both creature and creation), subhuman nature plus angels, unbelievers and nature, and subhuman nature plus humanity in general (Paul’s Letter to the Romans [Grand Rapids: Eerdmans, 2004] 222).
[2]Kata “ditaklukkan” memiliki implikasi otoritas yang tidak cocok bila dikaitkan dengan Adam yang sudah jatuh ke dalam dosa dan tidak memiliki otoritas atas apapun juga. Menaklukkan ciptaan kepada kesia-siaan menunjukkan kontrol atas dunia ini, di mana Adam sudah kehilangan dominasi atas dunia karena dosanya.
[3]Pemikiran Paulus sangat mungkin sekali dipengaruhi oleh tulisan apokaliptik Yahudi. Contoh tulisan apokaliptik yang mirip dengan kisah Alkitab adalah, Kejadian 6 yang diinterpretasikan oleh 1 Enoch 6-11 di mana ciptaan terdistorsi akibat dosa malaikat yang jatuh (watchers) dan pengikut-pengikutnya (giants). Meskipun asal dosa yang dilakukan oleh malaikat yang jatuh lebih dianggap daripada oleh Adam, hasilnya tetap sama: ciptaan telah rusak karena dosa. Hasilnya adalah dunia ini memerlukan pemulihan (10:7). Bumi yang rusak ini berteriak kepada Allah untuk dilepaskan dari belenggu dosa. Bagian ini mirip sekali dengan apa yang Paulus katakan di dalam Roma 8:19-22, di mana ciptaan telah terbelenggu oleh dosa dan mengeluh kepada Tuhan untuk dibebaskan (Harry Alan Hahne, Paul’s Apocalyptic Theology in Romans 8:19-22 [http://www.balboa-software.com/hahne/Rom8Apocalyptic.pdf#search=’romans%208% 3A1923%20jewish%20apocalyptic’] 3).
[4]The Birth Pangs of creation: The Eschatological Transformation of the Natural World in Romans 8:19-22 (http://www.balboa-software.com/hahne/BirthPangs.pdf#search=’joseph%20lee%20nelson%20 the%20groaning’) 5.
[5]“Some Observations on Romans 8:19-21,” dalam Reconciliation and Hope: Essays on Atonement and Eschatology (ed. R. Banks; Grand Rapids: Eerdmans, 1974) 224-230 dikutip dari David Wilkinson, The Message of Creation (Downers Grove: InterVarsity, 2002) 239.
[6]Albert M. Wolters, Creation Regained [2nd edition; Grand Rapids: Eerdmans, 2005] 56.
[7]Douglas Moo melihatnya bahwa kasus ini dapat membuat dia. ditambah akusatif sama pengertiannya dengan dia. ditambah genitif (The Epistle to the Romans [NICNT; Grand Rapids: Eerdmans, 1996) 516). Joseph A. Fitzmyer mendukung penggunaan dia. ditambah akusatif mengarah kepada Allah, meskipun penggunaan dia. ditambah akusatif yang mengindikasikan subjek sangat jarang (Romans: The Anchor Bible [New York: Doubleday, 1993] 508).

No comments: