BLIND SPOTS KEKRISTENAN
Menurut John Jefferson Davis, salah satu penyebab yang menjadikan relasi antara ciptaan dengan konsep penebusan terabaikan atau kurang jelas adalah kurangnya pembahasan tersebut di dalam buku-buku teologi sistematika. Ini yang Davis sebut titik buta (blind spots) di dalam kekristenan.[1] Davis mencoba menelusuri buku-buku tersebut sejak tahun 1970 yaitu sejak awal diperingatinya hari bumi sedunia sebagai komitmen seluruh dunia dalam membangun kesadaran akan pemeliharaan lingkungan. Davis mendapati bahwa fokus akan doktrin penciptaan dari buku-buku tersebut hanya terletak pada pembahasan evolusi, umur bumi, dan penciptaan hari pertama, tidak kepada pembahasan seluruh ciptaan dan relasinya dengan penebusan Kristus. Menurutnya, ada beberapa kesarjanaan yang alkitabiah yang sudah mulai menapaki dampak kosmik di dalam karya penebusan Kristus (Kol. 1:20). Namun langkah ini tidak diikuti oleh para teolog injili.[2] Karena itu, Davis menyimpulkan dan memberikan saran sebagai berikut:
It is likewise apparent that evangelical theologians generally do not see any connections between the atoning work of Christ and the future of the earth and Christian responsibility for its proper stewardship. . . . This paper concludes with a call for evangelical theologians to engage in further development of the doctrines of creation and the atonement with a view toward unfolding in a more systematic and integrated way the contemporary implications of these Biblical truths for Christian stewardship of the environment.[3]
[1]“Ecological ‘Blind Spots’ in the Structure and Content of Recent Evangelical Systematic Theologies,” Journal of the Evangelical Theological Society 43/2 (June 2000) 273.
[2]Ibid. 273-275. Menurut H. Wayne House, gereja mula-mula sebenarnya telah mengkorelasikan karya penciptaan dan karya penebusan Allah sebagai satu campuran (blended) yang mendemonstrasikan kesatuan dari maksud dan tujuan Allah. Pemahaman ini terus dipertahankan untuk melawan pengaruh dari gnostisisme. Gnostisisme melihat bahwa Allah bertentangan dengan ciptaan, ortodoksi melihat ciptaan Allah baik adanya. Di saat gnostik melihat Kristus sebagai makhluk kosmik, di dalam ortodoks perspektif Yesus Kristus adalah Allah seutuhnya dan manusia seutuhnya. Jika gereja menerima Kristus di dalam kerangka gnostik, maka gereja akan menghilangkan kesejarahan Yesus, Allah yang menjadi manusia seutuhnya, kematian secara fisik di kayu salib dan kebangkitan fisik dari kubur. Namun House mengindikasikan teologi modern pada zaman sekarang telah terjebak kepada pengaruh gnostik. House berkata: “Contrary to this biblical approach is the tendency in modern theology to see the creation as inferior and material and the new creation, the redemptive creation, as superior and immaterial, to see creation as being squarely set over against the new order that has come in Christ, finally to be realized in the complete establishment of the new creation. In so doing, modern theology has reverted back to errors refuted by the doctors of the church and once again placed the people of God at the mercy of false orthopraxy that comes from heretodoxy (“Creation and Redemption: A Study of Kingdom Interplay,” JETS 35/1 [March 1992] 3-4).
[3]“Ecological ‘Blind Spots’” 285.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment